Mendorong Penerapan Cukai pada Minuman Berpemanis dalam Kemasan

Minuman Berpemanis
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Salah satu amanat konstitusi UUD 1945 adalah melindungi segenap tumpah darah bangsanya. Dalam hal ini, salah satu persoalan di bidang kesehatan adalah ancaman dampak buruk produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) seperti risiko obesitas, diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung.

Kita ketahui, rencana penerapan cukai pada MBDK telah mencuat sejak 2020 lalu. Namun hingga kini, pemerintah masih menunda implementasinya.

Padahal, saat ini, Indonesia sedang menghadapi krisis beban kesehatan yang mengkhawatirkan. Sebanyak 21,8 persen penduduk mengalami obesitas pada tahun 2018. Obesitas menjadi faktor risiko munculnya berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes. Ada lebih dari 19 juta penderita diabetes di Indonesia.

Jumlah ini berpotensi terus meningkat–mengingat Indonesia menempati posisi ketiga di Asia Tenggara sebagai negara dengan konsumsi MBDK tertinggi. Tercatat, dalam 20 tahun terakhir konsumsi Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) di Indonesia terus naik hingga mencapai 15x lipat.

Kondisi tersebut jika dibiarkan akan membebani pembiayaan kesehatan yang ditanggung Pemerintah. Data BPJS Kesehatan (2019) menunjukkan angka pembiayaan kesehatan terhadap Penyakit Tidak Menular yang mencapai Rp 20,27 Triliun. Sehingga, memunculkan desakan: “Lindungi kesehatan masyarakat melalui implementasi kebijakan cukai MBDK!”

Salah satu fungsi cukai adalah untuk mengawasi, mengendalikan produksi barang, serta membatasi distribusi barang-barang yang dianggap berdampak negatif bagi masyarakat.

Lalu, sebagai upaya melindungi segenap tumpah darah dari ancaman risiko dan dampak buruk produk minuman berpemanis dalam kemasan belum perlukah Pemerintah menerapkan cukai pada makanan berpemanis dalam kemasan? Jika hingga saat ini cukai tak kunjung dikenakan/ apa sesungguhnya problemnya?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes. (Ahli gizi/Pengamat Kesehatan Masyarakat dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU)) dan Nirwala Dwi Heryanto (Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News