Semarang, Idola 92.6 FM – Partai Golongan Karya (Golkar) dan Partai Amanat Nasional (PAN) memutuskan bergabung ke dalam koalisi Partai Gerindra-PKB. Tak hanya berkoalisi, mereka juga menyatakan dukungan pencapresan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dalam acara pernyataan dukungan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jakarta, Minggu 13 Agustus 2023.
Koalisi ini ditandai dengan penandatanganan kerja sama politik oleh empat ketua umum partai politik masing-masing, yakni Muhaimin Iskandar dari PKB, Zulkifli Hasan dari PAN, dan Airlangga Hartarto dari Golkar, serta Prabowo Subianto.
Dinamika politik ini juga menandakan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bubar. Sebab, awalnya PAN dan Golkar bergabung dalam KIB. Namun, dengan pernyataan dukungan ini, hampir pasti KIB kini tak ada lagi karena salah satu anggota koalisi yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga sudah menyatakan dukungan kepada bakal capres PDI-P, Ganjar Pranowo.
Sementara itu, Gerindra dan PKB sudah meneken kerja sama politik sejak tahun lalu. Tetapi, belum secara resmi mendeklarasikan capres. Sehingga, kini, masih banyak kemungkinan yang bakal terjadi terkait siapa bakal calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Prabowo Subianto.
Lalu, apa yang bisa dibaca dari gabungnya partai Golkar dan PAN ke koalisi Gerindra dan PKB? Benarkah ini wujud “cawe-cawe”-nya Presiden Joko Widodo? Seberapa signifikan pengaruhnya terhadap peta kontestasi dan elektabilitas?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, nanti kami akan berdiskusi dengan narasumber, yakni: Prof Siti Zuhro (Peneliti Utama dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia, Habiburokhman (Wakil Ketua Umum Partai Gerindra), dan Eddy Soeparno (Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN)). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: