Membaca Arah Dibalik Reshuffle Kabinet Indonesia Maju, Apa yang Ingin Dicapai?

Reshuffle
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Presiden Joko Widodo Senin (17/07) lalu, kembali melakukan reshuffle atau perombakan Kabinet Indonesia Maju. Presiden melantik menteri dan sejumlah wakil menteri di Istana Kepresidenan Jakarta. Pada reshuffle kali ini, Presiden melantik seorang menteri baru, lima wakil menteri, serta dua anggota dewan pertimbangan presiden (wantimpres) di Istana Negara.

Menteri dan Wakil Menteri yang dilantik yakni Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Budi Arie Setiadi sebagai Menkominfo menggantikan Johnny G Plate yang tersandung kasus hukum. Kemudian, Paiman Raharjo yang dilantik menjadi Wamendes PDTT menggantikan posisi Budi Arie. Lalu, posisi Wamenkominfo diisi Nezar Patria, dan Pahala Mansury menjadi Wakil Menteri Luar Negeri. Selanjutnya Wamen BUMN oleh Rosan Roeslani, Wamenag oleh Saiful Rahmat Dasuki menggantikan Zainut Tauhid Sa’adi.

Dibanding dengan reshuffle edisi-edisi sebelumnya, reshuffle kali ini banyak mendapat sorotan publik. Hal itu dilihat dari komposisi sosok yang dipilih Presiden untuk menempati kursi menteri. Sorotan terutama ditujukan publuk pada sosok Budi Arie Setiadi yang juga sebagai Ketua Umum Relawan Pro Jokowi atau Projo.

Atas reshuffle ini, bahkan ada yang mengkritik bahwa reshuffle Kabinet Indonesia Maju kali ini sebagai reshuffle terburuk di ujung masa jabatan Presiden Joko Widodo. Sebab, Presiden tidak menunjuk menteri Komunikasi dan Informasi baru yang punya kapasitas di bidang kementerian tersebut. Bukan mencari sosok menteri kompeten dan berintegritas sebagai antitesis pejabat sebelumnya, Jokowi justru menunjuk sosok tidak punya kapasitas dan rekam jejak di bidang yang dibutuhkan Kemenkominfo.

Lalu, membaca arah dibalik reshuffle Kabinet Indonesia Maju: Apa yang ingin dicapai? Benarkah itu reshuffle terburuk?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, nanti kami akan berdiskusi dengan narasumber, yakni: Prof Siti Zuhro (Peneliti Utama dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia), Hendri Satrio (Pakar komunikasi politik/Pendiri Lembaga Survei KedaiKOPI), dan Dri Utari Christina Rachmawati, S.H., LLM. (Pengamat Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News