Semarang, Idola 92.6 FM – Wacana pembatasan masa jabatan ketua umum parpol kembali mengemuka. Hal itu pasca permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Permohonan diajukan oleh Eliadi Hulu dan Saiful Salim. Mereka beralasan, Undang-undang Parpol wajib memerintahkan pengaturan pembatasan masa jabatan pimpinan parpol dalam AD/ART untuk menciptakan kepastian hukum dan keadilan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Atas uji materi tersebut, pengurus sejumlah parpol menyebut permohonan uji materi tersebut tidak tepat sasaran. Menurutnya, setiap partai memiliki mekanisme penentuan aturan main yang disesuaikan dengan identitasnya.
Namun, sejumlah pakar hukum tata negara menilai, pembatasan masa jabatan ketua umum partai perlu dilakukan. Sebagai pilar utama demokrasi, parpol perlu mewujudkan hakikat demokrasi itu sendiri, yakni pembatasan kekuasaan.
Lalu, memahami pro kontra wacana pembatasan masa jabatan ketua umum Parpol, Apa plus-minusnya? Karena kita tahu, tradisi kepemimpinan di setiap parpol tidak bisa dilepaskan dari ideologi, sejarah, kultur dan kehendak pemegang kedaulatan partai; maka bisakah hal itu diatur melalui mekanisme peraturan perundang-undangan?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Beni Kurnia Illahi, M.H (Pengamat Hukum Administrasi Negara dan Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang) dan Habiburokhman (Wakil Ketua Umum Partai Gerindra). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: