Semarang, Idola 92.6 FM – Fenomena El Nino yang diproyeksi akan melanda tahun ini bakal menimbulkan banyak kerugian ekonomi. Kerugian itu terutama dialami negara-negara tropis seperti Indonesia.
Indikator El Nino adalah menghangatnya suhu muka laut di samudra Pasifik. Hal itu disampaikan Koordinator Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Hary Tirto Djatmiko kepada radio Idola, pagi (23/05) tadi.
”Memang jaraknya 4 kali lipat dari Indonesia. Kalau di sana (samudra pasifik,red) menghangat, maka penguapannya lebih banyak, masa udara lebih banyak tertarik di samudra pasifik tersebut,”tuturnya.
Hary mengatakan normalnya setiap tahun di periodenya, ada sirkulasinya.”Ada yang mendingin atau menghangat,”tambahnya.
Di Indonesia, El Nino kuat yang terjadi pada 2015 telah memicu kebakaran hutan dan lahan hebat, menghanguskan 2,5 juta hektar hutan dan lahan Indonesia. Kebakaran hutan dan lahan itu menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp 220 triliun, termasuk pembatalan penerbangan, perkantoran libur dan aktivitas ekonomi berhenti.
Presiden Joko Widodo berpesan,”jangan sampai kebakaran berulang seperti tahun 2015. Kerugian amat besar, tak hanya ekonomi,”ungkap Jokowi, dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di istana Negara baru-baru ini.
Selengkapnya, memahami fenomena El Nino dan wilayah mana saja yang perlu waspada pada musim kemarau 2023, berikut ini wawancara Radio Idola Semarang bersama Koordinator Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Hary Tirto Djatmiko. (yes/her)
Simak podcast wawancaranya: