Klaten, Idola 92,6 FM – Suara tangis bayi pecah di ruang persalinan di sebuah rumah sakit di kabupaten klaten.
Suara tangis bayi itu yang selama ini dinantikan Wahyuningsih dan suaminya, setelah menikah hampir tiga tahun lamanya.
Warga Dusun Kradenan di Desa Trasan Kecamatan Juwiring Klaten ini tidak bisa membendung air mata bahagia, melihat buah hatinya telah lahir di dunia.
Untuk kali pertama, Wahyuningsih memberikan air susu kepada sang buah hati yang baru saja dilahirkan.
Namun, persalinan sang buah hati itu lebih cepat dari perkiraan dokter karena bayi harus lahir secara prematur.
Sang putra yang diberi nama Muhammad Ari Rafasya itu, lahir saat usia kandungan baru berumur 32 pekan.
Menurut Wahyuningsih, sebenarnya pada saat masa kehamilan dirinya tidak merasa ada gangguan kehamilan atau sebagainya.
”Saya pas hamil biasa saja, mas. Cuma karena lahir prematur, jadi pas 32 minggu itu sudah lahir. Ini saja masih mengejar tumbuh kembang,” kata Wahyuningsih saat ditemui Posyandu Desa Trasan, Selasa (10/10).
Wahyuningsih yang bekerja sebagai staf di kantor Desa Trasan bercerita, bahwa saat kehamilan dulu dirinya tidak pernah mengonsumsi makanan atau minuman yang dikhawatirkan membahayakan bagi janin.
Dirinya makan dan minum seperti biasanya, serta selalu memeriksakan kehamilannya.
”Makanan yang saya makan ya biasa saja, kayak sayur dan lauk biasanya. Pas hamil juga minum tepat waktu tidak pernah kelupaan,” ujarnya.
Diakui Wahyuningsih, jika anaknya saat lahir memiliki riwayat Hipotiroid. Yakni, kondisi ketika kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon tiroid yang cukup.
”Anak saya itu punya riwayat Hipotiroid. Anak saya yang kurang itu di kelenjar leher, jadi kayak menghambat tumbuh kembang,” ucap Wahyuningsih.
Menurut Wahyuningsih, karena putranya memiliki riwayat Hipotiroid dan menghambat tumbuh kembangnya mengakibatkan tinggi dan berat badan mengalami gangguan.
Akibatnya. sang putra masuk kategori rawan stunting.
”Ini kan 1,5 tahun ya, tapi tinggi badannya baru 74 sentimeter sama berat badannya hanya 7,7 kilogram,” jelas Wahyuningsih.
Sementara itu, tak jauh dari kantor Desa Trasan terdapat posyandu yang selalu ramai didatangi orang tua bersama anak-anak berusia di bawah lima tahun.
Ya, posyandu di Desa Trasan itu selalu ramai di awal bulan untuk aktivitas memeriksa kondisi anak-anak desa setempat.
Di antara beberapa orang tua yang menimbang atau mengukur berat badan anak, ada satu anak cukup menyita perhatian.
Tubuhnya terlihat kurus dan mungil serta lain bila dibanding dengan anak pada umumnya yang berumur sekitar 3,5 tahun.
Adalah Handika Cahaya Ramadan, usianya baru menginjak 3,5 tahun tapi postur tubuhnya terlihat kurus dan kecil dibanding anak seusianya yang lain.
Handika terlihat kecil dan berbeda dengan anak-anak lain seusianya, dan itu diakui Eko Rubiyati sebagai orang tunya.
Menurut Rubiyati, sebenarnya saat lahir itu Handika normal saja dan tidak ada kelainan sama sekali.
”Pas lahir di rumah sakit itu normal. Tapi sejak umur setahun itu ketahuan ada indikasi stunting, karena berat badan dan tinggi badannya tidak naik,” kenang Rubiyati saat itu.
Rubiyati menjelaskan, anaknya yang berusia 3,5 tahun itu memiliki berat badan hanya 11,3 kilogram dan tinggi badannya tak lebih dari satu meter.
Hal itu tentu saja masuk katergori stunting, dan harus ada perhatian khusus agar tidak merusak masa depan anaknya.
”Kalau anak seusianya itu harus ada di garis hijau bila normal, kalau itu kan enggak. Berarti kan kurang. Sebenarnya anak saya juga bukan yang susah makannya,” ujar Rubiyati.
Sementara itu Ketua Tim Penggerak PKK Desa Trasan Feri Ariningsih menyatakan, setiap awal bulan selalu diadakan kegiatan posyandu untuk memantau tumbuh kembang balita di desanya.
Terlebih lagi, di desanya ada kasus stunting yang harus mendapat perhatian dan penanganan.
Per September 2023 kemarin, ada 25 balita yang masuk kategori stunting dan saat ini terus dipantau tumbuh kembangnya.
”Untuk memantau tumbuh kembang anak kita lakukan lewat posyandu. Kalau kita temukan ada balita indikasi stunting karena berat badan dan tinggi badan kurang, nanti kita lakukan pemihakan pemberian makanan tambahan selama 90 hari,” jelas Feri.
Menurut Feri, bagi balita yang terdeteksi masuk kategori stunting akan ada penanganan dan pendampingan khusus selama 90 hari.
Bahkan, ibu hamil yang ditemukan masuk gejala Kekurangan Energi Kronis (KEK) juga mendapat pendampingan dari kader posyandu setempat.
”Untuk pendampingan kita ada timnya sendiri. Tim itu nanti yang sebulan sekali datang ke rumah memantau asupan gizinya,” kata Feri.
Feri menjelaskan, para kader PKK maupun kader posyandu terus bergerak untuk mencegah jangan sampai ada lagi kasus stunting di Desa Trasan.
Sosialisasi dan penyuluhan terus dilakukan dari rumah ke rumah, atau mendatangi kegiatan pengajian ibu-ibu dengan tujuan semua orang bergerak bersama untuk pencegahan stunting.
”Untuk menekan angka stunting itu, ibu hamil kita ajak kelas ibu hamil dan balita juga selalu dipantau tumbuh kembangnya,” ujar Feri.
Lebih lanjut Feri menjelaskan, kader posyandu tidak ingin setengah-setengah dalam upaya penanganan dan pencegahan stunting di Desa Trasan.
Sejumlah inovasi dilakukan dan digerakkan, agar pemenuhan gizi seimbang bagi ibu hamil dan balita tercukupi dengan baik.
Salah satunya adalah pembuatan baby cafe, yang ditempatkan tak jauh dari posyandu dan kantor Desa Trasan dan mudah dijangkau masyarakat.
”Baby cafe itu pemberian makanan tambahan kepada yang usianya sudah enam bulan ke atas. Kita sediakan makanan tambahan. Itu salah satu inovasi dari Desa Trasan untuk mengatasi stunting,” jelas Feri.
Kehadiran baby cafe yang ada di Desa Trasan, juga diakui Wahyuningsih cukup membantu.
Terlebih lagi bagi dirinya yang harus setiap hari pergi ke kantor, dan belum sempat menyiapkan makanan buat si buah hati.
”Adanya baby cafe itu membantu banget, mas. Kadang kan saya repot kalau bikin sendiri. Kalau pas buru-buru itu bisa tinggal ke baby cafe,” ucap Wahyuningsih.
Pendapat serupa juga dikatakan Rubiyati, bahwa adanya baby cafe memberikan solusi terbaik untuk pemenuhan asupan gizi terbaik bagi balita.
Terlebih lagi, dirinya hanya sebagai ibu rumah tangga dan mengandalkan penghasilan suami yang tidak seberapa itu dengan adanya baby cafe bisa membantu karena harganya terjangkau.
”Saya ke baby cafe itu dua sekali. Menunya ganti-ganti setiap harinya. Ada sayur, ada buah,” imbuh Rubiyati.
Dalam setiap kegiatan posyandu yang diadakan di Desa Trasan, selalu mendapat pantauan dari pihak Puskesmas Juwiring.
Hal itu dilakukan, lantaran kasus stunting di Desa Trasan memang cukup menonjol.
Kepala Puskesmas Juwiring Mariana Sukowati yang hadir melihat langsung kegiatan di posyandu Desa Trasan mengatakan anak yang mendapat label stunting, maka para orang tua tidak perlu malu atau malah menutupi.
Anak yang terindikasi atau masuk kategori stunting, harus mendapat penanganan serius.
”Ketika dilabeli stunting jangan takut anaknya bodoh atau otaknya tidak berkembang, itu nanti dulu. Tenaga kesehatan dibantu kader posyandu maupun kader PKK akan melakukan pendampingan kepada si anak,” jelas Mariana.
Mariana menjelaskan, pihak Puskesmas Juwiring terus melakukan upaya-upaya edukasi dan sosialisasi kepada orang tua atau calon pengantin dalam pencegahan kasus stunting.
Bagi orang tua yang memiliki anak dengan indikasi stunting juga tidak perlu berkecil hati, karena pemerintah memberikan perhatian penuh untuk penanganannya.
”Kalau ada anak yang indikasi stunting di bawah dua tahun bisa kita kejar. Kita berikan PMT 90 hari dengan makanan yang sudah sesuai standar kesehatan, kita harapkan bisa naik berat badan maupun tinggi badannya,” ucap Mariana.
Kader posyandu di Desa Trasan dalam penanganan anak dengan kasus stunting, juga melibatkan ahli nutrisi untuk edukasi tentang makanan pendamping atau asupan terbaik bagi buah hati.
Nutrisionis Puskesmas Juwiring Sri Sugiyanti menyebutkan, program Juwita Seribu Harta atau Juwiring Tanggap Seribu Hari Pertama Kehidupan sudah dilakukan sejak 2013 lalu dalam rangka pencegahan stunting di Kecamatan Juwiring.
Menurut Sugiyanti, pihaknya bekerja sama dengan KUA setempat untuk memberi edukasi soal Juwita Seribu Harta kepada calon pengantin guna pencegahan stunting.
”Kami sebagai petugas gizi berperan dalam pencegahan stunting di seribu hari kehidupan pertama. Dimulai hamil sampai nanti usia dua tahun. Kita kolaborasi dengan KUA, jadi kalau ada calon pengantin nanti datang ke puskesmas kita edukasi soal Juwita Seribu Harta,” jelas Sugiyanti.
Sugiyanti menjelaskan, dalam seribu hari pertama kehidupan seorang bayi harus dikawal agar mendapatkan pelayanan gizi dan kesehatan secara maksimal.
”Calon pengantin kita beri pengertian soal gizi seimbang. Dari asupan makanan itu harus ada karbohidrat, protein hewani dan nabati serta jangan lupa buah sama sayur,” ucap Sugiyanti.
Terpisah Kepala Desa Trasan, Riyadi menyatakan komitmen pihak desa dalam upaya penanganan dan pencegahan stunting.
Seluruh elemen masyarakat yang ada di Desa Trasan dilibatkan, untuk penanganan dan pencegahan stunting di wilayah masing-masing.
”Pemerintah desa kerja sama dengan lembaga desa sampai tingkat RT dan RW semua bergerak untuk penanganan stunting. Kita kerja sama dengan semua elemen di Desa Trasan, untuk menekan angka stunting,” ujar Riyadi.
Riyadi menjelaskan, untuk penanganan dan pencegahan stunting itu desa sudah menganggarkan dana dalam hal penyediaan gizi dan nutrisi tidak hanya bagi calon pengantin atau ibu hamil saja tapi juga balita di seluruh wilayah Desa Trasan.
”Anggaran dari APBDes juga kita manfaatkan untuk penanganan stunting. Kita buat bermacam inovasi dalam upaya pencegahan stunting,” paparnya.
Setali tiga uang, Feri juga berharap seluruh pihak yang ada di Desa Trasan saling bahu membahu mencegah temuan baru kasus stunting.
Selain itu, balita yang saat ini masuk kategori stunting juga terus diperhatikan pemenuhan gizi serta nutrisinya agar tertangani dengan baik.
Harapannya, balita dengan kasus stunting masa depannya tidak terenggut karena salah pola asuh dan asupan makanan.
”Kita benar-benar mengawal tumbuh kembang anak. Kita selalu tekankan mari kita cegah adanya stunting di Desa Trasan, agar generasi penerus kita menjadi sehat dan cerdas serta kuat,” imbuh Feri.
Dengan adanya perhatian dan kerja sama dari semua pihak, lanjut Feri/ kasus anak stunting di Desa Trasan bisa tertangani dan tidak ada lagi kasus stunting baru di wilayahnya. (Bud)