Bantul, Idola 92,6 FM – Gema kumandang azan Subuh berkumandang di seantero wilayah Desa Argorejo, yang ada di Kapanewon Sedayu Kabupaten Bantul, DIY. Dengan sigap, Suminah turun dari tempat tidurnya dan lantas menuju ke masjid yang tak jauh dari rumahnya.
Hari masih gelap, dan Suminah sudah sibuk dengan pekerjaan rumahnya usai menjalankan ibadah salat Subuh. Dilihatnya piring-piring kotor maupun gelas dan bekas panci sisa makan malam menumpuk di cucian.
Dengan cekatan, segera seluruh peralatan makan dibersihkan dan diletakkan di lemari untuk bisa digunakan kembali.
Tak berselang lama, suara anaknya yang bernama Syarifuddin terdengar memanggil namanya. Bergegas ia langsung menuju ke kamar anaknya yang berusia 13 tahun itu.
Sang putra ternyata ingin ke kamar mandi, dan segera dituntunnya sekaligus dimandikan sebelum berangkat sekolah di SLB Tunas Kasih Sedayu.
Setelah semua dirasa beres termasuk bekal untuk Syarifuddin anaknya di sekolah, Suminah lantas mengantar seperti biasa menggunakan sepeda motornya.
Selama berada di sekolah, Suminah selalu menunggu anaknya di luar kelas dan bersiap jika suatu saat anaknya membutuhkan pertolongannya.
”Sebenarnya guru dan sekolah pengennya anak bisa mandiri, tapi kan enggak bisa. Untuk makan memang sudah bisa belajar sendiri, tapi aktivitas lainnya dia belum bisa,” kata Suminah saat ditemui di tengah menunggu Syarifuddin menjalani terapi di Rumah Kebugaran Difabel di Kecamatan sedayu, belum lama ini.
Suminah bercerita, saat akan dilakukan terapi itu anaknya sempat tantrum, sehingga harus ditenangkan. Untuk bisa menenangkan kembali saat tantrum bukan perkara mudah, namun hal itu harus dilakukan agar anaknya bisa menjalani terapi.
”Kalau sudah tantrum ya harus ditenangkan tapi tidak perlu dipaksakan. Kalau dipaksa malah tambah ngamuk, mas” ujarnya.
Suminah lantas bercerita, anaknya Syarifuddin didiagnosa mengalami gangguan sejak lahir.
”Biasanya kalau bayi yang dilahirkan itu kan pasti nangis, ya. Jadi, pas diperiksa di awal itu kekurangan oksigen di otak,” jelasnya.
Menurut Suminah, hal itu berdampak pada tumbuh kembang anaknya. Pada saat berusia 1,5 tahun, keanehan lainnya juga terlihat ketika anaknya belum bisa duduk dan tengkurap sendiri.
Anak seusia itu, seharusnya sudah bisa duduk sendiri dan tengkurap namun tidak berlaku bagi anaknya.
”Sudah diperiksakan ke puskesmas, RSUD dan ke Sardjito. Akhirnya opname di Sardjito atas rekomendasi dari fisioterapi puskesmas,” kenangnya saat itu.
Setelah sekian tahun harus wara-wiri dari rumahnya di Bantul ke RSUP Sardjito untuk menjalani fisioterapi, kini Suminah tak perlu lagi jauh-jauh pergi untuk menjalani terapi bagi putranya.
Saat ini, sudah ada Rumah Kebugaran Difabel (RKD) yang didirikan Pertamina Fuel Terminal Rewulu untuk memberikan fasilitas kesehatan bagi para penyandang disabilitas di wilayah Kecamatan Sedayu di Kabupaten Bantul.
Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah Brasto Galih Nugroho menyatakan, RKD diresmikan pada 2021 lalu di Kelurahan Argorejo, Kapanewon Sedayu di Kabupaten bantul.
RKD didirikan itu untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi para penyandang disabilitas, yang menurun kesehatannya saat terjadinya pandemi Covid-19. Dengan pelayanan yang diberikan adalah pemeriksaan kesehatan dasar, layanan akupresur dan juga pemeriksaan kesehatan bagi para kader RKD.
”Para penyandang disabilitas bisa mengakses pelayanan kesehatan dengan mudah dan terjangkau di RKD. Tidak hanya pemeriksaan kesehatan gratis tapi juga melayani konseling dan psikologi,” ujar Brasto.
Hadirnya RKD yang ada di Kecamatan Sedayu, membuat Suminah senang bukan kepalang. Sebab, dirinya tidak perlu lagi repot pergi jauh untuk mendatangi terapis bagi anaknya.
”Ini (RKD) sangat membantu sekali buat saya, mas. Seperti saya ini kesulitannya mobilitas karena hambatan anak saya kan fisik,” ucap Suminah.
Sementara, Waljiyo salah satu penyandang disabilitas yang ikut memanfaatkan RKD juga merasa senang. Bukan hanya bisa mendapatkan layanan kesehatan saja, tapi juga ada pelatihan kewirausahaan yang diberikan.
Menurut Waljiyo, dirinya kerap memanfaatkan layanan kesehatan di RKD khususnya layanan akupresur.
”Saya ini kan difabel daksa, jadi lebih sering menggunakan layanan akupresur. Kalau pijat di luar itu kan mahal, tapi kalau di sini ibaratnya kasih bisa separuh harga atau seikhlasnya,” kata Waljiyo.
Waljiyo menyebutkan, bagi pedagang buah keliling seperti dirinya jika setiap akupresur harus mengeluarkan kocek Rp100 ribu dianggap cukup mahal. Namun, dengan adanya RKD di daerahnya itu mampu menghemat pengeluaran setiap bulannya.
Namun, kehadiran RKD tidak hanya membuat dirinya senang bisa memanfaatkan layanan kesehatan saja tapi juga ada pelatihan kewirausahaan yang bisa diikutinya.
”Di sini (RKD) juga ada pelatihan membatik dan budidaya jamur, saya ambil yang pelatihan budidaya jamur. Saya sudah coba beberapa kali dan sempat gagal,” imbuh Waljiyo.
Brasto menambahkan, memang kehadiran RKD tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan bagi para penyandang disabilitas saja. Keberadaan RKD juga untuk memberikan pelatihan dan pemberdayaan masyarakat khususnya penyandang disabilitas untuk bisa berkarya.
”Pada tahun 2022, kita melakukan pengembangan di RKD. Kita beri pelatihan budidaya jamur tiram dan pembuatan kain batik. Tahun ini kita kembangkan dengan membuat produk olahan jamur dan produksi batiknya,” jelas Brasto.
Lebih lanjut Brasto menjelaskan, kegiatan di RKD bertujuan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan mendukung program pemerintah terkait pengembangan penyandang disabilitas.
Terpisah, Surami yang memangku jabatan sebagai Kamituwo di Kalurahan Argorejo mengapresiasi upaya dari Pertamina Fuel Terminal Rewulu karena sudah memberikan perhatian kepada warganya. Terlebih lagi bagi para penyandang disabilitas.
Menurut Surami, tercatat ada 100 lebih warganya yang berstatus sebagai penyandang disabilitas. Kebanyakan juga berasal dari keluarga kurang mampu, dan membutuhkan uluran bantuan.
”Adanya RKD yang diinisasi Pertamina tentu saja bagi kami sebagai pemerintah desa sangat bermanfaat. Tidak hanya soal kesehatannya tapi juga pengembangan kewirausahaan,” kata Surami.
Surami bercerita, meskipun pemerintah desa mendapatkan anggaran dari pemerintah pusat maupun provinsi tetapi dipandang belum memadai untuk penyelenggaraan kesehatan bagi para penyandang disabilitas.
”Banyak kegiatan yang juga membutuhkan pembiayaan, jadi untuk pelaksanaan pemeriksaan kesehatan bagi penyandang disabilitas tidak bisa kita lakukan secara rutin,” ucapnya.
Keberadaan RKD di Sedayu menjadi ladang amal bagi Tintin Kartikasari, yang bertugas sebagai relawan sekaligus pendamping bagi para penyandang disabilitas. RKD menempati bangunan bekas Puskesmas Pembantu Sedayu, dan menyediakan layanan bagi para penyandang disabilitas untuk terapi.
Tintin berkisah, jika RKD dikhususkan bagi para penyandang disabilitas lumpuh layu dan ditangani terapis yang mengetahui kondisi pasien.
”Banyak sukanya saat berada di RKD mendampingi teman-teman difabel, mas. Karena mungkin jiwa saya sosial ya, jadi semua yang saya lakukan itu senang tidak ada dukanya,” ujar Tintin.
Bagi Tintin yang telah enam tahun menjadi relawan untuk para penyandang disabilitas, hidup itu harus bisa bermanfaat bagi orang lain.
Cerita lain dikisahkan Tomi Pranata yang setiap pekan selalu datang ke RKD, untuk memberikan layanan fisioterapi bagi para penyandang disabilitas di Desa Argorejo, Sedayu. Penanganan untuk anak berkebutuhan khusus dan orang dewasa berbeda, dan cenderung susah jika saat menangani anak-anak.
”Anak-anak kalau sudah marah, kita tidak pegang dulu sampai marahnya reda. Kalau kita paksakan itu biasanya mukul atau menggigit,” ucap Tomi.
Tomi menyebut, selama ini tidak ada masalah yang cukup berat saat menangani fisioterapi bagi para penyandang disabilitas di RKD. Hanya saja, dirinya berharap ada penambahan fasilitas yang bisa diberikan untuk menangani para pasien.
”Setiap datang saya bisa menanganai tiga sampai empat pasien. Tapi kalau misal ada penambahan fasilitas untuk fisioterapi aau akupresur tentu bisa lebih cepat,” imbuhnya. (Bud)