Gelapkan Uang Yayasan UMK Rp24 Miliar, Tiga Pria Berurusan Dengan Polda Jateng

Kombes Pol Dwi Subagyo
Direktur Reskrimsus Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagyo (dua dari kiri) saat memberikan keterangan kepada media terkait kasus TPPU Yayasan UMK.

Semarang, Idola 92,6 FM – Direktorat Reskrimsus Polda Jawa Tengah mengungkap kasus penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) milik Yayasan Universitas Muria Kudus (UMK) senilai Rp24 miliar.

Padahal, uang tersebut rencananya akan digunakan untuk pembangunan rumah sakit (RS) kampus UMK.

Direktur Reskrimsus Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagyo mengatakan tindak pidana yang dilakukan dalam jabatan secara bersama-sama, dan turut serta melakukan perbuatan serta
memberikan bantuan tindak pidana pencucian uang di Yayasan UMK. Hal itu dikatakan saat menggelar jumpa media di kantornya, Rabu (24/5).

Dwi menjelaskan, ketiga tersangka yang diamankan itu masing-masing adalah Lilik Riyanto dan Zamhuri serta Muhammad Ali dengan total kerugian mencapai kurang lebih Rp24 miliar.

Tindak pidana itu dilakukan pada 2012 hingga 2016 yang rencananya pihak Yayasan UMK akan membangun rumah sakit, namun faktanya uang tersebut tidak digunakan sebagaimana peruntukannya dan diduga dipergunakan untuk kepentingan pribadi para tersangka.

Menurut Dwi, dari tangan masing-masing tersangka itu polisi menyita barang bukti beberapa buku rekening dan surat tanah.

“Konspirasi ini otaknya adalah MA yang mempengaruhi dan mengendalikan beberapa pengurus Yayasan UMK berjumlah dua orang. Modus yang dilakukan adalah pendirian bangunan rumah sakit milik UMK. Sampai saat ini, rumah sakit tersebut baru sebatas dibangun pondasi dan tiang pancang,” kata Dwi.

Lebih lanjut Dwi menjelaskan, ketiga tersangka penggelapan dan TPPU itu dijerat dengan Pasal 374 jo Pasal 56 dan Pasal 56 KUHP serta UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

“Untuk saat ini ketiga tersangka kita tahan dan nanti akan segera dilimpahkan ke kejaksaan,” tandasnya. (Bud)

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaMemahami Perbedaan Antara Popularitas, Preferensi, dan Elektabilitas yang dinilai tidak lagi Linier
Artikel selanjutnyaPemerintah Patok target Pertumbuhan Ekonomi 2024 sebesar 5,3-5,7 persen: Realistis atau Ambisius?