Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam kontestasi Pemilihan Umum 2024 semua pihak termasuk masyarakat sipil, dinilai perlu mengedepankan calon presiden, anggota legislatif, dan kepala daerah dengan agenda transisi energi yang berkeadilan.
Transisi energi merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan perubahan iklim. Oleh karena itu, dalam kontestasi Pemilihan Umum 2024, semua pihak termasuk masyarakat sipil perlu mengedepankan calon presiden, legislatif, dan kepala daerah yang berkomitmen pada transisi energi yang berkeadilan.
Visi dan misi yang akan diusung oleh pasangan kandidat capres-cawapres diharapkan selaras dengan rencana pembangunan nasional agar terjadi keberlanjutan pembangunan di setiap pergantian rezim pemerintahan.
Selain itu, yang tak kalah penting, semua pasangan calon presiden dan wakil presiden seharusnya menjadikan tujuan bernegara dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai visi dan misi yang hendak dilaksanakan ketika terpilih. Dengan begitu, hal yang dilakukan pasangan calon hanyalah menurunkan tujuan tersebut ke dalam langkah-langkah menuju cita-cita ideal yang lebih konkret.
Terkait isu transisi energi misalnya, ini cukup beralasan– mengingat hasil survei yang dilakukan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) dan Unitrend menunjukkan bahwa krisis iklim sudah sangat mendesak untuk ditangani, terutama di luar Jawa. Bahkan, 60 persen masyarakat menilai pemerintah belum mampu merumuskan kebijakan untuk mencegah krisis iklim.
Lalu, bagaimana mendesak para capres untuk memasukkan isu transisi energi ke dalam visi misi dan program kerjanya selain Pembukaan UUD 1945? Mungkinkah mendorong KPU untuk mewajibkan para kandidat Capres agar mengusung isu ini dalam visi misi mereka? Dapatkah memaksa semua pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk menjadikan tujuan bernegara dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai visi dan misi yang hendak dilaksanakan ketika terpilih nanti?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudistira Adhinegara dan Guru Besar Manajemen Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang, Prof Sudharto P. Hadi. (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: