Semarang, Idola 92.6 FM – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menyepakati untuk mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau Perppu Pemilu menjadi undang-undang. Pengesahan ini dianggap sebagai bentuk komitmen DPR dan pemerintah untuk memberi kepastian hukum mendukung tahapan Pemilu 2024.
Persetujuan penetapan Perppu Pemilu menjadi undang-undang diambil dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (04/04) lalu. Semua Fraksi di parlemen, bulat menyatakan persetujuan dalam rapat yang juga dihadiri Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebagai perwakilan pemerintah.
Pemerintah menerbitkan Perppu Pemilu salah satunya agar penyelenggaraan pemilu di 4 provinsi baru di Bumi Papua memiliki payung hukum. Sebab, UU Nomor 7 tahun 2017 belum mengatur daerah pemilihan di 4 daerah otonom baru (DOB) sekaligus penambahan kursi DPR.
Sehingga, pengesahan Perppu Pemilu ni dinilai oleh sebagian kalangan akan memperkuat kepastian hukum dalam tahapan Pemilu 2024.
Lalu, apa sesungguhnya urgensi Perppu Pemilu? Seberapa jauh Perppu Pemilu menjadi pembeda, khususnya pada legalitas dan kualitas pemilu?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, yakni: Dr. Dhia Al Uyun (Pakar Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Malang) dan Hadar Nafis Gumay (Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit)/komisioner KPU periode 2012-2017). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: