Semarang, Idola 92.6 FM – Setelah selama dua tahun Pemerintah membatasi arus mudik Lebaran akibat Pandemi Covid-19 untuk pertama kalinya tahun ini Pemerintah berencana memperbolehkan masyarakat untuk mudik Lebaran. Namun dengan syarat, para pemudik harus sudah divaksin dosis lengkap, plus booster satu kali.
Pemerintah beralasan, pemudik yang belum mendapatkan vaksin lengkap akan berisiko menularkan pada orang tua yang dikunjungi di kampung halaman. Pemerintah menjadikan pengalaman negara seperti Hong Kong sebagai pelajaran.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, terjadi anomali kasus di Hong Kong di tengah merebaknya subvarian Omicron BA.2. Angka vaksinasi masyarakat Hong Kong sangat tinggi, tapi angka kematian dan pasien masuk rumah sakit juga tinggi. Setelah diteliti, kata Budi, ternyata mayoritas penerima vaksin dosis lengkap di negara itu adalah kelompok non-lansia.
Menyikapi kebijakan tersebut, Ahli epidemiologi Indonesia dan Peneliti Pandemi dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, pemerintah harus menetapkan kriteria, untuk warga yang diizinkan melakukan mudik Lebaran 2022. Dicky menyarankan, warga yang diperbolehkan mudik, tidak hanya sudah divaksinasi dosis lengkap dan booster ttapi warga tersebut tidak menjadi kontak erat dari pasien Covid-19.
Dicky juga menambahkan, kepatuhan terhadap protokol kesehatan selama masa mudik Lebaran harus dijalankan seluruh penumpang di semua moda transportasi. Ia juga berharap cakupan vaksinasi Covid-19 dosis kedua mencapai 80 persen dan vaksinasi booster mencapai 25 persen sebelum Lebaran.
Lantas, menyambut kebijakan diperbolehkannya mudik Lebaran tahun ini, bagaimana memastikan pelaksanaannya agar bisa berjalan sesuai ketentuan, mengingat selama ini problem kita adalah pada detail dan implementasinya? Di sisi lain, dari kajian epidemiologis, sudah tepatkah kebijakan diperbolehkannya mudik Lebaran?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan in, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: dr Siti Nadia Tarmizi (Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI), Dr Tri Yunis Miko Wahyono (Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia), dan Muhamad Jumadi (Wakil Wali Kota Tegal). (her/yes/ao)
Dengarkan podcast diskusinya: