Tiga Mantan ABK Indonesia Surati Presiden, Desak Sahkan RPP Pelindungan ABK

Three former Indonesian Migrant Fishers are accompanied by lawyer Viktor Santoso Tandiasa (three from left) and activists from Greenpeace Indonesia Afdillah (left) and Secretary General of Indonesia Migrant Worker Union (SBMI) Bobi Anwar (right) send an Administrative Objection letter that is addressed to President Joko Widodo at the Ministry of State Secretariat office in Jakarta. The letter urges the government to immediately ratify the Draft of Government Regulation (RPP) regarding on the Placement and Protection of Commercial Crews and Fishing Vessel Crews.Ma'arif (kanan), TIGA MANTAN ABK INDONESIA SURATI PRESIDEN
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Radio Idola 92,6 FM  – Tiga mantan Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang pernah bekerja di kapal penangkap ikan berbendera asing mengirimkan surat Keberatan Administrasi yang ditujukan pada Presiden Joko Widodo. Surat ini berisi desakan kepada pemerintah agar segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penempatan dan Pelindungan Awak Kapal Niaga  dan Awak Kapal Perikanan  – berikutnya disebut PP Pelindungan ABK.

Dalam surat tersebut, para ABK, melalui kuasa hukum mereka, Viktor Santoso Tandiasa, menyebut bahwa pemerintah telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Pemerintah semestinya merampungkan dan mengesahkan PP Pelindungan ABK dua tahun sejak UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia diundangkan. Itu artinya, sudah hampir tiga tahun pemerintah berdiam diri atas karut marut tata kelola perekrutan dan pengiriman ABK ke kapal asing.

Lambannya sikap pemerintah dan kekosongan regulasi ini menyebabkan nasib para ABK Indonesia terus berada di bawah ancaman eksploitasi. Dalam surat dijabarkan beragam kekerasan yang dialami ketiga mantan ABK selama bekerja di kapal asing. Tak hanya kekerasan verbal dan fisik, mereka juga hidup tidak layak, kerja belasan jam dalam sehari, terisolasi, dan tidak menerima upah. Bahkan, dalam proses perekrutan dan penempatan para ABK tersebut kuat diduga telah memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Sepanjang 2021, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mencatat 188 kasus baru perbudakan ABK Indonesia di kapal asing. Penambahan 188 kasus tersebut merupakan jumlah tertinggi yang diterima SBMI dalam satu tahun sejak tahun 2013. Ini membuat total kasus perbudakan ABK yang ditangani oleh SBMI menjadi 634 kasus. Para mantan ABK mendesak pemerintah segera bertindak sebelum ada lebih banyak ABK yang jatuh menjadi korban eksploitasi dalam rantai industri perikanan global ini.(tim)

Artikel sebelumnyaMudik Pertama di Era Pandemi, Bagaimana Menjaga, agar Kita Tidak Terlena Euforia?
Artikel selanjutnyaBTN Kanwil Jateng-DIY Ekspansi ke Pasar-Pasar Tradisional   
Timotius Aprianto
Jurnalis senior dan koordinator liputan Radio Idola Semarang.