Selain Menaikkan Harga BBM Bersubsidi, Adakah Cara Lain Untuk Mengurangi Beban APBN?

BBM Naik
Ilustrasi/Istimewa

Semarang, Idola 92.6 FM – Dalam beberapa waktu belakangan ini, wacana kenaikan BBM bersubsidi terus bergulir dan menuai respons berbagai pihak. Ada yang pro, namun tak sedikit pula yang kontra, mengingat kekhawatiran akan dampak yang ditimbulkan jika harga BBM bersubsidi dinaikkan.

Pekan lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, saat ini pemerintah sedang berhitung untuk menaikkan harga BBM subsidi. Sebab, selama ini subsidi yang dikeluarkan lewat APBN untuk menahan harga BBM sudah terlalu membebani keuangan negara.

Dan, Selasa (23/08) kemarin, Presiden kembali buka suara. Dia meminta pemerintahannya berhati-hati soal wacana ini. Presiden tidak ingin daya beli masyarakat menurun akibat kebijakan tersebut. Jokowi juga memerintahkan para pembantunya untuk menghitung inflasi sebelum memutuskan kenaikan harga BBM. Sebab,  ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Sehingga, semuanya harus diputuskan secara hati-hati. Begitu kata Presiden Jokowi di sela-sela acara di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur.

Menyikapi rencana kenaikan BBM bersubsidi, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menyatakan menolak wacana kenaikan harga BBM. Sikap final pemerintah soal wacana tersebut bakal mencerminkan sikap keberpihakan Presiden Jokowi. Apakah peka dan mendengarkan keluhan dari rakyatnya atau sudah tidak peduli lagi dengan rakyatnya sendiri?

Menurut KAMMI, harga BBM tidak tepat bila dinaikkan saat ini. Soalnya saat ini adalah momen pemulihan ekonomi, pasca-efek Pandemi Covid-19. KAMMI berharap tidak ada kebijakan yang menghambat pemulihan ekonomi masyarakat.

Tak hanya mahasiswa, penolakan kenaikan BBM juga datang dari elemen buruh. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengancam akan melakukan demo serentak di 34 provinsi hingga mogok nasional, jika Jokowi menaikkan harga BBM bersubsidi jenis pertalite dan solar. Presiden KSPI, Said Iqbal mengungkapkan, unjuk rasa itu rencananya dilakukan awal September 2022. Mereka beralasan, kenaikan harga BBM akan mengakibatkan lonjakan inflasi yang diprediksi bisa tembus di angka 6,5 persen. Selain itu, juga berisiko PHK, karena kenaikan harga barang-barang dipicu oleh harga BBM.

Sementara itu, dari kalangan politisi, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat di DPR RI juga kompak menyatakan menolak rencana kenaikan harga BBM subsidi.

Lantas, merespons wacana kenaikan BBM subsidi, adakah cara lain, di luar menaikkan harga BBM bersubsidi, akan tetapi tetap bisa mengurangi beban APBN?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Wasisto Raharjo Jati (Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP – BRIN), Bhima Yudistira Adhinegara (Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS)), dan Mulyanto (Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News