Semarang, Idola 92.6 FM – Banyak orang yang rancu, membedakan antara mistake, atau kesalahan dengan choice atau pilihan. Misalnya, pada saat seorang pejabat kedapatan korup, di depan kamera dia pasang wajah memelas sambil “meminta maaf karena telah melakukan kesalahan” kepada negara, pemerintah, dan masyarakat. Lalu apa hasilnya? Masyarakat sama-sekali tidak memaafkan karena dia tidak melakukan kesalahan/mistake melainkan membuat pilihan/choice.
Contoh lain, kalau kita naik sepeda motor melewati Simpang Lima Semarang dan tanpa sadar di situ banyak pasir yang membuat kita tergelincir, maka hal itu namanya mistake. Tetapi kalau kita melaju ke jalan tol di mana banyak rambu yang membatasi kecepatan maksimal 120km /jam tetapi orang tetap melaju dengan kecepatan 160 kilo meter, dan booom! Terjadi kecelakaan. Maka, itu namnya choice.
Lalu, apa bedanya?
Mistake atau kesalahan itu dilakukan seseorang karena khilaf/ tidak tahu atau kurang menyadari. Sementara pilihan/choice dilakukan secara sadar dan sudah mengetahui konsekuensinya.
Lantas, seberapa besar pengaruh semantik terhadap perilaku manusia dan kemudian bermuara menjadi budaya? Perlukah mengajarkan masyarakat perbedaan keduanya, bahwa kekhilafan itu berbeda dengan perbuatan yang disengaja?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Prof. Yasraf Amir Piliang (Pakar cultural studies Institut Teknologi Bandung), Prof HM Mukhsin Jamil (Wakil Rektor UIN Walisongo Semarang), dan Prof Masdar Hilmy (Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel/ Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya periode 2018-2022). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: