Semarang, Idola 92.6 FM – Sekitar setahun yang lalu dunia melihat dengan cemas, kesepakatan kerja sama trilateral antara: Australia, United Kingdom and United States (AUKUS).
Munculnya AUKUS ini merupakan lanjutan dari strategi Amerika dalam upaya menangkal pengaruh China di Indo-Pasifik yang kian masif―yang tetap ngotot dengan kebijakan Nine Dash Line, One China Policy, dan Belt and Road Initiatif (BRI).
Masalahnya, bukan saja karena kedua negara itu sama-sama negara sahabat bagi Indonesia, tetapi juga, area yang menjadi ‘episentrum ketegangan’ terhitung masih berada di kawasan Indonesia.
Istilah Indo-Pasifik, merujuk pada sebuah kawasan yang secara geografis berada dalam cakupan perairan Samudra Hindia, Samudra Pasifik bagian barat dan tengah, serta wilayah yang menghubungkan kedua samudra tersebut di sepanjang Laut China Selatan.
Maka, bagaimana sikap Indonesia? Sebagai negara penggagas Non-Aligned Movement, apakah Indonesia akan tetap bersikap netral? Seberapa mampu kita menghindarkan diri untuk tidak menjadi “pelanduk” di antara dua gajah yang bertarung?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber: A. Eby Hara, Ph.D (Pengamat Hubungan Internasional dari FISIP Universitas Jember), Prof Hikmahanto Juwana (Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia dan Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani), dan Muhammad Farhan (Anggota komisi I DPR RI dari Fraksi Nasdem). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: