Semarang, Idola 92,6 FM – Polrestabes Semarang menggagalkan praktik perjokian vaksin di Puskesmas Manyaran, setelah diketahui ada kecurigaan dari petugas vaksinator terhadap peserta vaksinasi yang berbeda identitas. Petugas tidak hanya mengamankan pelaku perjokian, tetapi juga yang meminta dan perantaranya.
Kapolrestabes Semarang Kombes Pol Irwan Anwar mengatakan kejadian bermula ketika seorang warga bernama Christin warga Ngaliyan, akan melakukan vaksinasi dan sudah mendaftar di aplikasi milik Pemkot Semarang. Namun, Christin mengaku khawatir karena pernah menjadi penyintas COVID-19 dan memiliki penyakit penyerta atau komorbid. Pernyataan itu dikatakan saat gelar ungkap kasus di Mapolrestabes, Rabu (5/1).
Irwan menjelaskan, Christin saat ini bercerita kepada Irvanti akan mengikuti vaksinasi tapi takut gagal. Sehingga, dirinya memiliki pemikiran untuk dicarikan joki sebagai pengganti dirinya datang ke Puskesmas Manyaran guna mengikuti vaksinasi. Dari pembicaraan itu, Irvanti menawarkan Diah warga Gondoriyo untuk menjadi joki vaksin bagi tetangganya.
“Saat dilakukan skrining antara fisik dan identitas, diketemukan perbedaan. Foto yang ada di KTP itu berbeda dengan wajah yang datang. Dari proses skrining kemudian diketahui, bahwa ternyata yang bersangkutan memang hanya disuruh untuk menjadi joki vaksin,” kata Irwan.
Lebih lanjut Irwan menjelaskan, dari hasil pemeriksaan diketahui jika Christin akan memberikan upah kepada Diah apabila mau dan berhasil menjadi joki bagi dirinya. Diketahui, Christin akan memberikan uang sebesar Rp500 ribu kepada Diah sebagai upah pekerjaannya.
“Karena aksi perjokian tidak terjadi sampai vaksin, maka kita ambil jalan tengah untuk mediasi antara pihak puskesmas dengan para pelakunya,” jelasnya.
Sementara itu Christin mengaku terpaksa menggunakan joki, lantaran dirinya pernah menjadi penyintas COVID-19. Bahkan, dirinya juga mengakui ada penyakit bawaan yang tidak memungkinkan mengikuti vaksinasi.
Menurutnya, alasan lainnya karena dia sedang terburu akan ke luar kota dan tentu saja membutuhkan persyaratan dokumen perjalanan yang dibuktikan melalui vaksinasi di aplikasi PeduliLindungi.
“Bulan Februari saya hendak ke luar kota, yang diharuskan memakai aplikasi PeduliLindungi. Di sisi lain saya juga punya penyakit komorbid, dan dari situ saya berasumsi bahwa saya tidak perlu divaksin. Jadi kemudian saya minta bantuan mbak ini,” ucap Christin.
Baik antara Christin, Irvanti dan juga Diah menyampaikan penyesalan dan permohonan maaf kepada masyarakat dan juga pemerintah atas tindakannya. (Bud)