Semarang, Idola 92,6 FM – Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah meminta kepada pemerintah pusat, agar memegang pedoman atau norma yang berlaku terkait pelayanan publik sebelum menaikkan tarif Candi Borobudur. Sehingga, penetapan tarif yang dikeluarkan tidak memberatkan masyarakat.
Ketua Ombudsman Perwakilan Jateng Siti Farida mengatakan polemik soal penetapan tarif Candi Borobudur, membuat keresahan di tengah masyarakat. Tidak hanya wisatawan yang akan berkunjung, tetapi juga pedagang di sekitar kawasan Candi Borobudur. Pernyataan itu dikatakan saat dihubungi lewat sambungan telepon, kemarin.
Farida menjelaskan, Ombudsman memahami ada tata kelola atau manajemen yang dijadikan pertimbangan. Namun, terkait kenaikan atau penetapan tarif di tempat pariwisata juga harus diperhatikan serta meminta persetujuan dari DPR RI atau DPRD.
Menurutnya, DPR RI atau DPRD merupakan representasi dari masyarakat yang diwakili. Sehingga, norma-normal di UU Pelayanan Publik harus menjadi acuan bagi para pemangku kebijakan terkait tata kelola obyek wisata. Salah satunya adalah kawasan Candi Borobudur.
“Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diatur atau masuk dalam ruang lingkup pelayanan publik, yang normanya telah diatur dan ditetapkan dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Jadi, sektor pariwisata ini merupakan sektor yang sangat dekat dengan pelayanan publik. Tentu saja itu sangat berkaitan dengan kepentingan atau hak-hak masyarakat,” kata Farida.
Lebih lanjut Farida berharap, apapun keputusan yang nanti akan diambil pemerintah harus memerhatikan aspirasi dari masyarakat luas. Tidak hanya wisatawan saja, tetapi juga masyarakat pelaku usaha di sekitar kawasan Candi Borobudur.
Sementara itu, pemerintah pusat akhirnya menunda adanya kenaikan tarif terhadap wisatawan yang akan naik ke badan Candi Borobudur. Sebelumnya, pemerintah mematok harga Rp750 ribu bagi wisatawan domestik dan USD 100 bagi wisatawan mancanegara yang akan naik ke badan Candi Borobudur. (Bud)