Mungkinkah, dengan Memperbaiki Tata Kelola Migas, Kita Jadi Tidak Tergantung Impor BBM?

Jokowi Naikin Harga BBM
ilustrasi/CNN

Semarang, Idola 92.6 FM – Di tengah persoalan kenaikan sejumlah kebutuhan pokok, khusunya minyak goreng, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menaikka harga BBM jenis Pertamax per 1 April 2022. Kenaikan ini setelah Pertamax atau RON 92 tidak lagi diputuskan menjadi Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP).

Pertamax akan mengikuti pergerakan harga minyak dunia atau tidak disubsidi oleh pemerintah. Diketahui, harga minyak mentah dunia saat ini terus naik di atas 100 dolar AS per-barrel. Sementara harga keekonomian Pertamax diperkirakan bisa tembus Rp16.000 per liter.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) mencapai 114,55 dolar AS per barel, hingga Kamis 24 Maret kemarin. Posisi ini meningkat jika dibandingkan posisi per awal Maret sebesar 110,14 dolar AS per barel. Tingginya harga minyak dunia itulah yang berpengaruh terhadap harga BBM.

BBM
ilustrasi/CNN

Bisa dikatakan, di satu sisi memang terjadi kenaikan harga minyak dunia karena faktor geopolitik sebagai dampak invasi Rusia ke Ukraina. Namun, di sisi lain masyarakat Indonesia juga sedang mengalami kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok.

Menyikapi kebijakan kenaikan Pertamax tersebut, Pengamat perminyakan dan gas bumi (migas) dari Center for Petroleum and Energy Economics Studies, Kurtubi menilai, naiknya harga BBM karena pemerintah salah kelola dalam pengelolaan Migas. Menurutnya, sebanyak 40 persen minyak kita adalah impor.

Lantas, mungkinkah dengan memperbaiki tata kelola migas, kita bisa tidak tergantung impor BBM? Sudah tepatkah, kenaikan harga BBM jenis Pertamax di tengah meningkatnya harga sejumlah kebutuhan pokok?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Akhmad Akbar Susamto (Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia), Kurtubi (Pengamat perminyakan dan gas bumi (migas) dari Center for Petroleum and Energy Economics Studies), dan Tulus Abadi (Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaMengenal Susilaningsih, Owner dari Aneka Sambal Dede Satoe Surabaya
Artikel selanjutnyaPengembang Perumahan Manfaatkan Ramadhan dan Lebaran Genjot Penjualan