Mengenal Yayasan Sahabat Ayah Sarah Jakarta bersama Zaenudin

Zaenudin
Zaenudin Pendiri Yayasan Sahabat Ayah Sarah. Yayasan ini didirikan untuk membantu anak-anak pejuang kanker dari usia 1-10 tahun. (Photo dok Zaenudin)

Jakarta, Idola 92.6 FM – Prihatin atas nasib anak-anak pejuang kanker, Zaenudin mendirikan komunitas Sahabat Ayah Sarah di Jakarta pada Januari 2019. Agar kelak komunitas untuk membantu anak-anak pejuang kanker terus berlanjut, Zaenudin memprosesnya hingga komunitas tersebut menjadi yayasan. Melalui Yayasan Sahabat Ayah Sarah ini, ia mengajak para sahabatnya agar peduli terhadap anak anak pejuang kanker.

Kepada radio Idola, Zaenudin menuturkan, pesan agar membantu anak-anak penderita kanker disampaikan langsung oleh anaknya, Sarah (alm). Putri Zaenudin tersebut meninggal dunia karena sakit kanker leukemia.”Jadi saat berobat ke RS, Sarah melihat teman-temannya ada yang kekurangan, dan meminta saya untuk bawakan pampers dan barang-barang lainnya,”terang Zaenudin.

Zaenudin dan anak-anak pejuang kanker
Zaenudin dan anak-anak pejuang kanker. (Photo dok Zaenudin)

Meski usia Sarah baru menginjak 8 tahun, tapi kepeduliannya terhadap anak-anak penderita kanker tetap membekas di hati sang ayah. Inilah yang membuat sang ayah tetap berjuang untuk meneruskan cita-cita mulia sang anak.

Zaenudin dan anak-anak pejuang kanker
Anak-anak pejuang kanker sedang belajar didampingi para relawan. (Photo dok Zaenudin)

“Hingga kini ada 35 anak penderita kanker yang kami bantu di dua rumah singgah dan dua anak sembuh dari sakitnya,”tambah Zaenudin. Niat baik, didukung orang-orang baik dan alam semesta. Gambaran seperti itu yang tersirat dari apa yang dilakukan Zaenudin, donatur ataupun para relawan.

Selengkapnya, mengenal Yayasan Sahabat Ayah Sarah di Jakarta, berikut ini wawancara radio Idola Semarang bersama Zaenudin, pendiri Yayasan Sahabat Ayah Sarah. (yes/her)

Simak podcast wawancaranya:

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaMengenal Vania Santoso, Pendiri heySTARTIC Surabaya
Artikel selanjutnyaDemokrasi Indonesia Masih Kategori “Cacat”, Apa yang Mesti Diperbaiki?