Sumsel, Idola 92.6 FM – Masih minimnya pengetahuan dan pemahaman petani di wilayahnya soal kopi, membuat pemuda satu ini tergerak. Ia mendampingi petani kopi.
Sosok pemuda itu adalah Aidil Fikri, pendamping petani kopi di bumi Sriwijaya Sumatera Selatan (Sumsel). Asisten Teknikal Bisnis Hutan Kita Institute (HaKi) tersebut mulai membina petani kopi sejak 2017. Dari satu daerah hingga akhirnya berkembang ke lima daerah di Sumsel.
“Sebenarnya gak suka kopi, saya suka ke daerah-daerah. Yang menggerakan saya, ketika melakukan perjalanan bertemu kakak beradik yang mau tikam menikam di tengah hutan. Lalu saya ajak ngobrol dan tahulah penyebab mereka akan tikam menikam,” tutur Baba panggilan akrab Aidil Fikri ketika mengawali cerita kepada radio Idola, pagi (16/08) tadi, mengapa ia peduli dan menjadi pendamping petani kopi.
Pasca berjumpa kakak beradik itu, Baba mencari akar masalahnya. Dan ketemu. Di daerah penghasil kopi terbesar di Sumsel, biji kopi hanya dihargai Rp 18 ribu per kilogram. Padahal di tahun 2017 itu, kedai kopi di Palembang mulai membumi. Tapi mengapa di hulu masyarakatnya susah.
“Karena saya tinggal di kota, saya cari tahu tentang pengetahuan kopi. Ketika saya balik ke daerah-daerah tersebut, saya cerita dan mereka kaget,” tambah Baba.
Cerita dari petani dan pengalaman di lapangan, membuat semangat Baba makin tinggi. Ia pun ikut pelatihan dan mendirikan demontration plot atau lab petani sebagai modal mendampingi petani kopi di daerah-daerah.
Lalu apa saja yang disiapkan Baba dalam mendampingi petani kopi di Sumsel? Apa ciri khas kopi Sumsel sehingga sekarang harganya naik berkali lipat dari sebelumnya?
Selengkapnya, berikut ini wawancara radio Idola Semarang bersama Aidil Fikri, Pendamping Petani Kopi dari Bumi Sriwijaya Sumatera Selatan. (yes/her)
Simak podcast wawancaranya: