Semarang, Idola 92.6 FM – Ibarat bermain layang-layang! Begitu mungkin untuk mengilustrasikan kebijakan Pemerintah mengenai ekspor batu bara. Terjadi tarik-ulur dalam menentukan arah kebijakan.
Sebelumnya, Pemerintah mengeluarkan larangan ekspor batu bara secara temporer mulai 1 hingga 31 Januari 2022. Larangan muncul pasca-adanya laporan dari PT PLN yang menyatakan stok batu bara perusahaan sangat rendah. Namun, kini secara bertahap, Pemerintah mulai melonggarkan aturan tersebut dengan membuka secara bertahap izin ekspor batu bara bagi para pengusaha.
Selain itu, Pemerintah saat ini juga tengah menyiapkan skema baru untuk menangkal krisis batu bara yang dihadapi oleh PT PLN. Salah satunya, yang sedang dibahas adalah, solusi suplai batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation) melalui skema Badan Layanan Umum untuk pungutan batu bara.
Sebelumnya, kebijakan ekspor batu bara ini menuai reaksi berbagai kalangan. Bertolak belakang dengan kalangan pengusaha, mereka yang kontra, meminta pemerintah untuk melanjutkan larangan ekspor batu bara hingga seluruh pengusaha memenuhi ketentuan domestic market obligation (DMO). Pencabutan larangan ekspor akan mengancam pasokan dalam negeri yang membuat tarif listrik naik.
Lantas, memahami maju-mundur kebijakan ekspor batu bara, apa sesungguhnya latar belakangnya? Bagaimana menjaga agar kepentingan energi domestik tidak sampai dikorbankan melulu demi keuntungan usaha dengan menjual ke luar?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Fahmy Radhi (Pengamat ekonomi dan energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta); Kardaya Warnika (Anggota Komisi VII DPR-RI); dan Hendra Sinadia (Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI)). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: