Semarang, Idola 92.6 FM – Isu mengenai skenario Pilpres 2024 hanya diikuti dua pasangan calon menuai polemik. Hal itu setelah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) urut menyoal dugaan Pilpres 2024 diatur agar hanya diikuti dua pasangan calon. SBY menyampaikan hal tersebut pada 17 September lalu.
Sebelumnya, PDI Perjuangan menggulirkan wacana bahwa idealnya Pilpres 2024 hanya diikuti dua Pasangan calon presiden. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Menurut Hasto, semakin banyak pasangan capres-cawapres yang berkontestasi akan membuka ruang Pilpres 2024 berlangsung dua putaran dan menambah beban rakyat untuk memikul biaya penyelenggaraan.
Munculnya skenario Pilpres 2024 hanya diikuti dua pasang calon ramai menuai respons publik. Selain Partai Demokrat yang menyatakan keberatan dengan skenario itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pun juga menolaknya. PKS beralasan, wacana itu dinilai bakal membatasi tokoh nasional berkualitas yang ingin maju pencalonan presiden.
Selain itu, Pemilu 2024 bisa menjadi momentum bagi partai politik untuk membangun iklim politik yang lebih bersih. Salah satunya dengan menghilangkan politik identitas ekstrem yang selama ini masih kerap menjerat. Upaya perbaikan iklim politik tersebut dapat dilakukan dengan memperbanyak pilihan bagi masyarakat, termasuk untuk memilih presiden-wakil presiden dalam Pilpres 2024.
Lantas, memahami polemik perdebatan skenario Pilpres 2024 dengan dua pasangan calon, apa sesungguhnya baik-buruknya kalau Pilpres hanya diikuti 2 pasang calon? Benarkah spekulasi yang menyebut, Pilpres dengan 2 pasang lebih diinginkan para Oligark–karena tinggal mempertemukan kandidat jagoannya dengan pasangan yang lebih buruk?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Prof Firman Noor (Peneliti Senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)), Nabil Ahmad Fauzi (Ketua Departemen Politik DPP PKS), dan Khoirunnisa Nur Agustyati (Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: