Semarang, Idola 92.6 FM – Lagi-lagi, Mahkamah Agung (MA) memberi discount atau potongan masa tahanan bagi terpidana kasus korupsi. Kali ini, potongan diberikan kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.
Di tingkat kasasi MA memotong hukuman Edhy Prabowo menjadi 5 tahun dari vonis sebelumnya 9 tahun penjara. Majelis hakim kasasi juga menghukum pencabutan hak politik Edhy selama 2 tahun. Itu akan terhitung sejak Edhy selesai menjalani masa pidana pokok.
MA beralasan, Edhy Prabowo telah bekerja dengan baik selama menjabat menteri Kelautan dan Perikanan. Pertimbangan itu menjadi alasan bagi MA menghukum Edhy dengan 5 tahun penjara atau lebih ringan dari putusan sebelumnya 9 tahun penjara.
Menurut majelis hakim kasasi, kinerja baik diperlihatkan Edhy saat menerbitkan peraturan menteri yang mengizinkan kembali ekspor Benih Bening Lobster atau yang dikenal sebagai benur.
Sebelumnya, MA menghukum Edhy dengan pidana 5 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 2 tahun. Vonis ini lebih ringan daripada putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menghukum Edhy dengan 9 tahun penjara dan pencabutan hak politik selama 3 tahun.
Lantas, menyorot Mahkamah Agung yang kembali memberi potongan masa hukuman bagi koruptor, upaya apa yang bisa dilakukan untuk mencegah hal itu tidak terus berulang? MA menyatakan, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo telah bekerja baik selama menjabat. Maka, apakah bekerja baik selama menjabat bisa menjadi pertimbangan yang meringankan hukuman pidana? Lalu, apakah melakukan tindak pidana korupsi, termasuk yang dimaksud dengan bekerja baik?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Prof. Pujiyono (Dosen Hukum Pidana dan Sekretaris Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang) dan Julius Ibrani (Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) dan aktivis masyarakat sipil antikorupsi). (her/yes/ao)
Dengarkan podcast diskusinya: