Semarang, Idola 92,6 FM – Dinas Koperasi dan UKM Jawa Tengah terus mengupayakan sejumlah terobosan, untuk membantu pemasaran produk batik. Sebab, perajin batik masih mengeluhkan pemasaran menjadi kendala.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jateng Ema Rachmawati mengatakan kendala yang dihadapi para perajin batik itu sudah dipetakan pihaknya, dan ditemukan akar permasalahannya. Pernyataan itu dikatakan saat ditemui di Hotel Novotel Semarang, belum lama ini.
Menurut Ema, kebanyakan produk batik yang dihasilkan perajin itu adalah kain. Sementara masyarakat atau calon pembeli, lebih mencari atau memilih produk batik yang sudah berupa baju atau pakaian.
Ema menjelaskan, dari 35 kabupaten/kota di Jateng yang memiliki produk batik itu hanya ada beberapa daerah sudah mempunyai fesyen batik. Misal Kabupaten Pekalongan dan Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota Surakarta dan Kabupaten Sragen, Sukoharjo dan Klaten.
Oleh karena itu, pihaknya mencoba mendorong perajin batik bisa mengolah kain batik menjadi fesyen.
“Sekarang kan bahan bakunya naik, ya. Ditambah lagi BBM naik, jadi mempengaruhi HPP batik. Tapi teman-teman perajin ini masih mempertahankan harga batik. Kalau dinaikkan harganya takut tidak laku. Itu yang dialami teman-teman pembatik seperti itu,” kata Ema.
Lebih lanjut Ema menjelaskan, dengan mengubah pola pikir perajin batik tidak hanya menghasilkan kain tetapi membuat fesyen batik akan lebih mudah pemasarannya hingga luar negeri.
“Kita tahu di luar negeri tidak ada penjahit, dan mereka lebih menginginkan produk jadi. Masyarakat luar Jawa juga sama perilakunya, kalau hanya kain saja tidak terlalu laku,” pungkasnya. (Bud)