DJP Jateng I Optimalkan Penerimaan Negara Selama 2022

Gedung DJP Jateng I

Semarang, Idola 92,6 FM – Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Tengah I terus melakukan sejumlah strategi dan kebijakan, untuk mengamankan penerimaan negara pada tahun ini. Salah satunya, dengan optimalisasi pelaksanaan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan peningkatan kepatuhan sukarela dengan Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Kepala P2 Humas Kanwil DJP Jateng I Mahartono mengatakan PPS merupakan kesempatan yang dinantikan para wajib pajak, untuk mengungkapkan kewajiban perpajakan secara sukarela melalui pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) berdasarkan pengungkapan harta. Pernyataan itu dikatakan melalui virtual kepada wartawan, baru-baru ini.

Mahartono menjelaskan, PPS akan memberikan banyak manfaat bagi wajib pajak dan di antaranya adalah terbebas dari sanksi administrasi serta perlindungan data harta yang diungkap tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyidikan maupun penyelidikan dan atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.

Menurutnya, penyampaian Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH) dalam PPS disampaikan secara elektronik. Pihaknya juga akan membantu wajib pajak yang ingin mengikuti PPS, dengan menyediakan layanan tatap muka maupun non-tatap muka mulai dari 1 Januari sampai 30 Juni 2022.

“Beberapa strategi pengamanan penerimaan negara di 2022, salah satunya dengan cara optimalisasi pelaksanaan UU Harmoni Peraturan Perpajakan atau HPP. Serta perluasan basis pemajakan dengan peningkatan kepatuhan sukarela, dengan program pengungkapan sukarela atau yang disingkat dengan PSS. Yang dilaksanakan selama enam bulan, mulai dari 1 Januari sampai dengan 30 Juni 2022,” kata Mahartono.

Lebih lanjut Mahartono menjelaskan, PPS yang diberlakukan selama enam bulan itu terdiri dari dua kebijakan. Yakni kebijakan pertama untuk pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan peserta program pengampunan pajak, dan kebijakan kedua pengungkapan harta belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun pajak 2020.

“Khusus untuk kebijakan kedua itu maka wajib pajak harus memenuhi syarat tidak sedang diperiksa, atau dilakukan pemeriksaan bukti permulaan untuk tahun pajak 2016 sampai 2020. Atau tidak sedang dilakukan penyidikan dalam proses peradilan, atau sedang menjalani pidana di bidang perpajakan,” pungkasnya. (Bud)

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaBBPOM di Semarang Terus Beri Pendampingan UMKM Makanan Sajikan Produk Sehat Berkualitas
Artikel selanjutnyaKonsumsi BBM Libur Tahun Baru Naik 16 Persen