Semarang, Idola 92.6 FM – Ferdinand Marcos Junior atau Bongbong, putra eks diktator Filipina Ferdinand Marcos diperkirakan akan memenangi Pemilu Presiden Filipina 2022. Dari hitung cepat, Marcos yang berpasangan dengan putri mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Sara Duterte, unggul jauh atas pesaing utamanya, Robredo.
Keunggulan Bongbong pun mendapat sorotan dunia karena dinilai akan membawa ‘pembusukan demokrasi’ lebih dalam di Filipina. Setelah tertidur selama tiga dekade, klan Ferdinand Marcos seolah bangkit kembali di Filipina.
Kemenangan Marcos ini pun bukan tidak mungkin akan menjalar pula di masyarakat Indonesia. Jika masyarakat Filipina seolah “amnesia” pada sejarah kelam rezim Ferdinand Marcos, kita berharap, agar hal yang sama tidak sampai terjadi di Indonesia.
Karena kita ketahui, Ferdinand Marcos dan Soeharto sama-sama pernah berkuasa selama lebih dari satu dekade di negara masing-masing. Seperti halnya presiden Soeharto, pada saat Ferdinand Marcos berkuasa dari tahun 1965 sampai 1986, sentimen ‘anti-komunisme’ juga dia gaungkan. Dengan begitu dia ‘mematikan’ media massa dan menangkap lawan-lawan politiknya.
Salah satu faktor penentu kemenangan Bongbong dalam pemilu kali ini adalah kampanye di media sosialnya yang kuat. Bongbong menargetkan kaum muda yang lahir setelah pemerintahan ayahnya, 1986. Mereka memanfaatkan media sosial untuk memproduksi informasi palsu atau hoaks tentang rezim ayahnya yang memengaruhi keputusan pemilih. Mereka menggunakan propaganda Pro-Marcos melalui platform media sosial seperti Facebook, YouTube, dan TikTok.
Lantas, apa yang bisa kita pelajari dari Kemenangan Ferdinand Marcos Jr dalam Pilpres Filipina 2022 agar tidak sampai terjadi di Indonesia? Apakah dengan adanya media sosial, Indonesia juga akan menjadi seperti Filipina? Seberapa besar sebenarnya pengaruh media sosial dalam menggerus luka lama sejarah bangsa?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Zuly Qodir (Sosiolog Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), Wasisto Raharjo Jati (Peneliti di Pusat Riset Politik – Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP – BRIN)), dan Ismail Fahmi (Founder of Drone Emprit and Media Kernels Indonesia). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: