Semarang, Idola 92.6 FM – Munculnya kasus gagal ginjal misterius pada anak telah menunjukkan masih lemahnya aspek literasi kesehatan khususnya soal obat-obatan di masyarakat. Hal ini bisa kita lihat pada masyarakat yang menggunakan obat untuk penggunaan yang bukan semestinya. Bahkan, ada yang menggunakan obat-obatan khusus untuk manusia, tetapi diberikan kepada hewan.
Kegelisahan itu disampaikan Guru Besar Departemen Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof Muchtaridi.
Menurutnya, di Indonesia edukasi tentang obat masih kurang. Apoteker harusnya berperan di sini. Selain itu, masyarakat Indonesia juga masih banyak yang belum memahami mengenai warna tanda dalam kemasan obat. Padahal, tanda tersebut berfungsi menjelaskan mengenai golongan obat, kegunaan, serta cara penggunaannya.
Apoteker memiliki peran penting untuk mengedukasi dan membuat masyarakat cermat dalam memilih dan mengonsumsi obat yang tepat guna merespons fenomena penyakit gangguan ginjal akut. Untuk itu, apoteker punya wewenang dalam memutuskan kelayakan suatu jenis obat untuk dikonsumsi kepada pasien sesuai dengan kondisinya.
Lalu, bagaimana meningkatkan literasi kesehatan bagi masyarakat khususnya dalam mengakses obat-obatan? Siapa aktor yang mestinya ambil peran dalam upaya ini? Bagi Pemerintah, bagaimana menjadikan munculnya kasus gagal ginjal misterius pada anak ini sebagai pelajaran berharga bagi masyarakat?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Prof Muchtaridi (Guru Besar Departemen Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung), Al Khamudi (Anggota Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Jateng), dan dr. Mochamad Abdul Hakam, Sp.PD. (Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: