Semarang, Idola 92.6 M – Di tengah pesatnya arus zaman, di mana perekonomian negara-negara di dunia telah bergeser; dari semula berbasis sumber daya alam (nature-based economy) menjadi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy) dan ekonomi kreatif, Indeks Modal Manusia atau Human Capital Index (HCI) Indonesia, masih berada di bawah rata-rata negara Asia Timur dan Pasifik. Padahal, HCI ini turut berkontribusi penting dalam menyokong kemajuan sebuah negara.
Dalam laporan Bank Dunia, nilai HCI Indonesia pada tahun 2020 sebesar 0,54 atau naik dari 0,53 dari tahun 2018. Meskipun begitu, skor HCI Indonesia ini, masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand (0,60), Malaysia (0,60), Brunei Darussalam (0,63), Vietnam (0,69), Singapura (0,88).
HCI yang mencakup 174 negara itu melihat bahwa perkembangan kondisi kesehatan dan pendidikan di suatu negara mampu membentuk produktivitas pekerja generasi selanjutnya. Hal tersebut dihitung dari beberapa komponen, seperti tingkat kematian dan stunting anak di bawah lima tahun, kuantitas dan kualitas pendidikan, serta kemampuan bertahan hidup di usia dewasa.
Lalu, apa penyebab masih rendahnya Indeks Human Capital kita? Apa yang mesti dilakukan? Siapa saja aktor yang mesti terlibat? Dan, apa saja tantangan dan hambatannya?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Yanuar Nugroho, PhD (Penasihat Centre for Innovation Policy & Governance; Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia; Visiting Senior Fellow ISEAS Singapura; Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI 2015-2019), dr Hasto Wardoyo (Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)), dan Prof Muhadjir Effendy (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: