Bagaimana Mengelola dan Memanfaatkan Fanatisme Supporter?

Supporter Sepakbola Indonesia
Supporter Sepakbola Indonesia. (Photo/Istimewa)

Semarang, Idola 92.6 FM – Unsur penonton, berikut fanatismenya, sebetulnya menjadi bagian penting bagi tumbuhnya ekosistem dalam industri sepakbola. Karena dari penonton lah, mata air pendanaan bersumber yang akan memakmurkan insan yang terlibat. Baik dari tiket masuk, maupun sponsor, dan penjualan hak siar televisi. Hanya saja, diperlukan penanganan dan pengendalian crowd yang memadai.

Inggris yang menjadi kiblat sepakbola modern, fanatisme penontonnya jauh lebih dahsyat karena diwarnai dengan berbagai sentiment: seperti sentimen antarkelas, politik, hingga sampai ke sejarah perang sipil.

Tapi sejauh yang kita lihat, Inggris bisa mengelola dan memanfaatkan fanatisme itu bagi kemajuan sepak bolanya.

Sebelumnya, pertandingan Liga 1 antara Arema FC dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan berakhir ricuh. Sejumlah suporter turun ke lapangan sehingga aparat keamanan bertindak.

Kerusuhan Kanjuruhan
Gas air mata terlihat di stadion Kanjuruhan Malang usai pertandingan AREMA vs PERSEBAYA pada Sabtu Malam, 1 Oktober 2022. Dalam kerusuhan ini, sebanyak 125 orang meninggal dunia. (Photo/BeritaSatu)

Korban yang meninggal kebanyakan diduga karena terinjak-injak massa suporter Arema lainnya yang panik lantaran gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian di dalam tribune. Padahal, gas air mata di dalam stadion amat dilarang dalam aturan FIFA karena dianggap membahayakan.

Maka, bagaimana mengelola dan memanfaatkan fanatisme supporter, berkaca dari Inggris yang menjadi kiblat sepakbola modern? Belajar dari tragedi Kanjuruhan, seberapa mendesak menerapkan “manajemen keselamatan kerumunan” di ajang publik? Apa saja edukasi yang bisa dilakukan—khususnya kepada para supporter?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan narasumber, di antaranya: Dr Zulkifli Djunaidi, M.AppSc (Ahli keselamatan kerja Departemen K3 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia), Prof Djoko Pekik Irianto (Dosen Universitas Negeri Yogyakarta/ pernah menjabat sebagai Deputi IV Bidang Olah Raga Prestasi Kemenpora), dan Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si (Sosiolog dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta). (her/yes/ao)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaMengenal Taman Bermain “Kebun Kita” Wonosobo bersama Sugih Sedulur
Artikel selanjutnyaJateng Terus Didorong Wujudkan Ekonomi Syariah