Semarang, Idola 92.6 FM – Meski sudah dimasukkan ke postur APBN 2022, penerapan cukai Minuman Bergula dalam Kemasan disinyalir akan ditunda hingga 2023 karena sejumlah pertimbangan. Padahal, saat ini Indonesia sedang mengalami krisis kesehatan. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, sebanyak 10,9% masyarakat dewasa menderita diabetes.
Penyakit yang memiliki julukan “Ibu dari segala penyakit” ini dapat berkembang menjadi berbagai komplikasi seperti serangan jantung, gagal ginjal, dan lain-lain. Salah satu perilaku yang meningkatkan risiko diabetes adalah konsumsi gula yang berlebihan, termasuk dari minuman berpemanis atau bergula.
Berdasarkan riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), satu botol minuman bergula bisa mengandung hingga 48 gula atau setara 96% kebutuhan gula harian berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang ditetapkan Kemenkes.
Kita tahu, Cukai adalah instrumen fiskal yang dibuat untuk melindungi masyarakat dari konsumsi berlebihan terhadap barang berefek negatif, termasuk minuman bergula. Ini sejalan dengan alasan Menteri Keuangan Sri Mulyani ketika mengajukan ekstensifikasi (perluasan objek) cukai minuman bergula ke DPR dan rencananya akan diterapkan tahun ini.
Cukai hanyalah cara pemerintah melindungi masyarakat dari konsumsi berlebihan pada barang-barang yang kurang sehat tetapi mestinya, masyarakat sendiri lah yang mesti lebih protektif pada kesehatannya.
Lantas, ketika saat ini Indonesia sedang mengalami krisis kesehatan, seberapa urgensi implementasi penerapan cukai pada minuman bergula dalam kemasan (MBDK)?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber yakni: Ayu Aryanti (Project Lead Food Policy Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI)); Ahmad Syafiq Ph.D (Ketua Pusat Kajian Gizi & Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia); dan Nirwala Dwi Heryanto (Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan). (her/yes/ao)
Simak podcast diskusinya: