Semarang, Idola 92,6 FM – Aparat Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah mengungkap kasus penjualan antigen tanpa izin edar, di wilayah Genuk Kota Semarang. Selama menjalankan aksinya itu, pelaku berhasil meraup untung hingga Rp2,8 miliar.
Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengatakan alat rapid tes antigen selama masa pandemi banyak digunakan, untuk memeriksa dan mendeteksi seseorang terinfeksi virus Korona atau tidak. Namun, kondisi itu dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab untuk meraup untung dengan menjual alat rapid tes antigen tanpa izin edar dari Kementerian Kesehatan. Pernyataan itu dikatakan kapolda saat ungkap kasus di kantor Ditreskrimsus Polda Jateng, Rabu (5/5) sore.
Kapolda menjelaskan, penjualan alat antigen itu dilakukan seorang karyawan PT SSP berinisial SPM. Pelaku sudah menjalankan aksinya sejak Januari 2021 kemarin, dengan menjual alat antigen tidak ada izin edar dari Kementerian Kesehatan. Dari sebuah rumah di wilayah Genuk, diamankan ratusan boks alat antigen berbagai merek tanpa izin edar.
Menurut kapolda, modus yang digunakan pelaku dengan menawarkan alat antigen secara online dengan sasaran pembeli pemilik klinik maupun perorangan. Harga yang ditawarkan pelaku lebih murah bila dibandingkan harga pasaran.
“Adanya masyarakat kita yang menggunakan rapid test tanpa adanya surat izin edar. Kita amankan hampir 450 pak. Ini di TKP wilayah Genuk Semarang. Di mana keuntungannya selama diedarkan selama lima bulan itu Rp2,8 miliar. Tentu perbandingannya dia lebih murah, dan ini sangat merugikan terutama terkait dengan perlindungan konsumen. Sistem penjualannya by order dari pembelinya,” kata kapolda.
Lebih lanjut kapolda menjelaskan, dalam sepekan saja pelaku mampu menjual antara 300-400 boks alat antigen tanpa izin edar dengan harga per satuan Rp100 ribu. Sementara pelaku, sudah menjalankan aksinya menjual alat antigen di Kota Semarang selama lima bulan.
“Pelaku kita jerat dengan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, ancaman hukuman penjara 15 tahun penjara. Pelaku juga bisa dijerat dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ancaman hukumannya paling lama lima tahun penjara,” pungkasnya. (Bud)