Semarang, Idola 92.6 FM – Hari ini, 28 Oktober kita peringati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Bangsa Indonesia memperingati 93 tahun ikrar para pemuda dari berbagai penjuru Tanah Air yang kemudian menyatukan kita sebagai bangsa.
Tema Peringatan Hari Sumpah Pemuda ini adalah “Bersatu, Bangkit dan Tumbuh”. Tema ini juga menjadi spirit partisipasi kaum muda untuk bangkit melawan pandemi Covid-19 yang sudah berlangsung selama hampir dua tahun.
Sejenak kita mengenang kembali ikrar para pemuda kala itu yang berbunyi:
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia.
Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar dan kata-kata para pemuda kala itu bagai mantra—yang menjadi daya. Ia menjadi spirit kesadaran bahwa sebagai satu bangsa kita belum merdeka. Ikrar itu lalu menggerakkan segenap anak bangsa dari berbagai suku untuk bergerak bersama, melebur dalam kesatuan, menuju satu cita-cita menjadi bangsa yang merdeka. Hingga kemudian, cita-cita sebagai bangsa yang merdeka itu terwujud 17 tahun kemudian, tepatnya pada 17 Agustus 1945.
Lantas, merefleksi hari Sumpah Pemuda, kalau dulu Sumpah Pemuda, didorong kesadaran bahwa kita satu bangsa tapi belum merdeka. Maka, apa kondisi keprihatinan yang ada sekarang yang bisa menjadi bahan bakar Ikrar para Pemuda di tahun 2021 ini?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber: Prof Siti Zuhro (Peneliti Politik dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Indonesia); dan Ray Rangkuti (Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA)). (her/ yes/ ao)
Dengarkan podcast diskusinya: