Semarang, Idola 92.6 FM – Sejumlah kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus di beberapa daerah. Untuk Mencegah tindak kekerasan tersebut, sekaligus menjamin perlindungan bagi korban dan memberi efek jera untuk pelaku, penanganan kasus kekerasan seksual diperkuat melalui berbagai regulasi.
Untuk itu, pada akhir Agustus 2021 lalu, Mendikbudristek Nadiem Makarim menerbitkan Peraturan Mendikbudristek No 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.
Dalam perkembangannya, Permendikbud tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan perguruan tinggi itu, kini telah menggelinding kencang sebagai bias konfirmasi yang membelah antara yang pro dan yang kontra.
Satu pihak menilai, aturan ini sebagai langkah maju untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan seksual di kampus. Di pihak lain menilai, aturan ini akan membuka potensi seks bebas atau perzinahan.
Dengan begitu, kini menjadi tidak jelas, apakah kita sedang berniat mencegah kekerasan seksual atau kita sedang berlindung dan menghindari legalisasi zina? Padahal, yang mana pun dari keduanya, tidak serta merta bisa hilang dengan hanya mempertentangkannya?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Dewan Penasihat KIKA (Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik)/Ahli Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Dr Herlambang P. Wiratraman; Fahmi Alaydroes (Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PKS); dan Amiruddin (Wakil Ketua Komnas HAM RI). (her/yes/ao)
Dengarkan podcast diskusinya: