Kenalkan Kopi Arabika Papua melalui Kopi Hari Bersama

Kopi Hari Bersama
(Photo dok Oky Adrian)

Papua, Idola 92.6 FM – Papua dikenal sebagai penghasil kopi terbaik di dunia. Kopi jenis Arabika typica ditanam oleh petani tradisional di lahan semi hutan di lereng-lereng bukit di pegunungan tengah Papua, mulai dari Pegunungan Bintang, Yahukimo, Lembah Baliem, Intan Jaya hingga Dogiyai.

Sebagai upaya untuk mengenalkan produk kopi khas Papua kepada dunia, generasi muda asal Papua memproduksi Kopi Hari Bersama. Mereka adalah alumni-alumni kampus ternama dari Jerman, Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat, maupun kampus-kampus ternama di Indonesia.

Menurut Hari Suroto, arkeolog dari Balai Arkeologi Papua, Kopi Hari Bersama bermula dari upaya mereka untuk membantu memasarkan komoditas kopi arabika Papua dari pedalaman Papua dan untuk membayar SPP mahasiswa.

“Selama ini, kopi arabika Papua terkendala dalam hal pemasaran. Selain itu, ancaman lainnya adalah perubahan iklim, pemanasan global,” kata Hari Suroto, kepada www.radioidola.com, Rabu (15/12) lalu.

Hari menjelaskan, tanaman kopi arabika sangat sensitif pada perubahan suhu. Tanaman kopi arabika Papua ditanam pada ketinggian 1650 hingga 2000 m dpl. Permasalahan lainnya adalah, tanaman kopi arabika Papua merupakan tanaman tua yang perlu peremajaan.

“Saat ini tanaman kopi arabika Papua, ditanam secara semi hutan, hanya mengandalkan kebaikan alam,” ujar Hari.

Terkendala Akses dan Pemasaran

Kopi Hari Bersama
(Photo dok Amadea Jocelynn)

Selama ini, lanjut Hari, kopi arabika Papua dalam pengangkutan dari pedalaman dibawa menggunakan pesawat kecil. Para petani kopi arabika Papua pada umumnya adalah generasi tua. Tanaman ini ditanam di lahan lereng-lereng pegunungan.

“Dari Distrik Okbibab, biji kopi dikirim menggunakan pesawat kecil jenis twin otter, penerbangan bukan terjadwal,tergantung kalau ada carteran dari Sentani Jayapura, baru petani nitip kopi,” terang Hari.

Biji kopi dari Distrik Okbibab dikemas dalam karung bekas wadah beras. Pemasaran kopi ini online, kopi bubuk maupun biji kopi roasting. Niatnya bermula dari untuk membantu memasarkan kopi dari petani Suku Ngalum di pedalaman Pegunungan Bintang, Papua.

Selama ini, menurut Hari, akses untuk menuju ke Distrik Okbibab hanya dapat dilakukan dengan pesawat terbang kecil. Belum ada jalan darat. Tidak ada tower telepon seluler.Yang ada hanya pemancar radio SSB.

“Untuk komunikasi dengan keluarga di Jayapura, warga menggunakan Whatsapp, melalui jaringan satelit yang berbayar per jamnya,” katanya.

Diharapkan, dengan adanya Kopi Hari Bersama, selain produk kopi arabika Papua dikenal dunia, juga para ilustrator milenial dapat memamerkan karyanya.

“Yang lebih penting lagi, ke depan akan muncul petani-petani milenial Papua. Generasi muda Papua diharapkan kembali ke kampung dan membangun kampung dengan budidaya kopi arabika,” jelas Hari Suroto.

Generasi Papua dari Kampus-kampus Ternama

Kopi Hari Bersama
(Photo dok Amadea Jocelynn)

Menurut Hari Suroto, kopi arabika ini pertama kali diperkenalkan oleh misionaris sekitar tahun 1970-an, yang pada mulanya untuk menutupi biaya operasional penerbangan pesawat kecil dari pedalaman ke Sentani atau Nabire.

Dikatakan Hari, generasi muda Papua ini adalah alumni-alumni kampus ternama dari Jerman, Selandia Baru, Australia, Amerika Serikat, maupun kampus-kampus ternama di Indonesia. Melalui jaringan mereka, kopi arabika Papua akan semakin dikenal di dunia.

“Kopi Hari Bersama juga menjadi media kampanye penyelamatan kopi arabika Papua dari ancaman perubahan iklim dunia,” tutur Hari.

Lebih lanjut, Hari menyampaikan, kampanye yang dilakukan oleh anak-anak muda itu melalui bentuk gambar-gambar ilustrasi. Kopi Hari Bersama menjadi ruang bagi ilustrator milenial untuk menunjukan pada dunia, hasil kreasi mereka, berupa gambar ilustrasi dalam bentuk digital art.

Para ilustrator milenial ini pada umumnya adalah para mahasiswa desain komunikasi visual dari kampus-kampus di Indonesia.

Selain itu, Kopi Hari Bersama juga bertujuan untuk mengenalkan kopi Papua pada dunia. Hasil karya ilustrator milenial ini diposting dalam Instagram @kopiharibersama, gambar merupakan bahasa universal yang paling mudah dipahami di seluruh dunia.

“Sudah saatnya kopi arabika Papua masuk dalam generasi 4.0. Dan, di sinilah peran ilustrator milenial dan petani milenial berkontribusi dalam memajukan kopi arabika Papua,” tandas Hari Suroto.

Kopi Pegunungan Bintang

Kopi Hari Bersama
(Photo dok Amadea Jocelynn)

Sementara itu, di Pegunungan Bintang, Papua memiliki jenis kopi arabika spesial. Pada umumnya kopi arabika di Indonesia ditanam pada ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Petani kopi Pegunungan Bintang menanam kopi arabika pada ketinggian 1800 hingga 2000 mdpl. Pada ketinggian ini, udara sangat dingin dengan suhu 18 – 23 celcius.

Suhu udara yang dingin, berkabut dan intensitas cahaya matahari yang kurang membuat buah kopi matang lebih lama di pohon. Inilah yang menjadikan kopi arabika Pegunungan Bintang berbeda dan berkualitas sempurna. “Proses pematangan buah yang lama menjadikan zat gizi akan menumpuk dan rasa kopi cenderung lebih asam,” terang Hari.

Hari menjelaskan, kopi arabika mulai ditanam tahun 1970-an, benih kopi arabika typica didatangkan langsung dari Dogiyai dengan pesawat kecil oleh misionaris Belanda. Kopi arabika Pegunungan Bintang ditanam di Lopkop, Sabin, Distrik Okbab. Andaka, Distrik Okbibab serta Nangultil, Distrik Kiwirok.

Selain ditanam secara organik, biji kopi dipanen secara manual, hasil panen juga diproses secara manual dengan tangan manusia bukan mesin. Panasnya mesin pengolah kopi dapat menurunkan kualitas kopi.

“Kopi Pegunungan Bintang memiliki rasa khas yaitu citrus, berry, jeruk, fruity, sweet chocolate, sugar cane dan peach,” ujar Hari.

Selain dipasarkan di Sentani dan Kota Jayapura, kopi Pegunungan Bintang juga diminati oleh konsumen Australia, Selandia Baru, Belanda dan AS. Hal ini dapat dilihat dari para pekerja warga negara asing di Sentani, sering mengirimkan kopi ini pada keluarga di negara asalnya. Selain itu kopi ini sering dijadikan oleh-oleh WNA yang pulang kampung ke negaranya. (har/her/yes)

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaPemkot Semarang akan Mulai Vaksinasi Anak pada 21 Desember 2021
Artikel selanjutnyaMenggugat Kembali Ambang Batas Presiden