Semarang, Idola 92.6 FM – Pernyataan Pangkostrad Letjen Dudung yang menyebut bahwa “semua agama benar di mata Tuhan” memicu polemik. Hal itu disampaikan di hadapan prajuritnya baru-baru ini. Sejumlah kalangan dan tokoh agama merespons beragam pernyataan tersebut.
Kita memahami, agama seharusnya menjadi spirit untuk perubahan dan perdamaian, bukan sekat yang mencerai beraikan perbedaan. Maka dari itu, pemahaman literasi dan moderasi keagamaan sangatlah diperlukan di tengah masyarakat yang beragam dan plural serta multikultural.
Akan tetapi, bagaimana konkretnya, upaya meningkatkan pemahaman moderasi keagamaan dan siapa saja yang mesti mengupayakannya? Selain itu, ketika medsos hari ini dinilai sebagai salah satu ruang bersemainya kelompok yang mendakwahkan fanastisme—bagaimana kita menyikapinya?
Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: KH Maman Imanulhaq (Pengasuh Ponpes Al Mizan Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat/ Nahdliyin dan juga anggota DPR RI Fraksi PKB); Ulil Abshar Abdalla (Cendekiawan Muslim dan Nahdliyin); dan Syera Anggreini Buntara (Peneliti KBB SETARA Institute). (her/ yes/ ao)
Dengarkan podcast diskusinya: