Refleksi Satu Tahun Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin

Setahun JoMin

Semarang, Idola 92.6 FM – Tahun pertama pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin menghadapi tantangan tak ringan. Dua tokoh yang diusung koalisi jumbo ini langsung dihadapkan pada problem pelik yakni pandemi Covid-19 yang tak hanya menyerang ketahanan kesehatan tetapi juga ekonomi nasional. Berbagai program yang telah direncanakan sejak awal pun terpaksa diubah dan difokuskan untuk menangani Covid-19 beserta dampaknya.

Meskipun begitu, berbagai langkah itu belum sepenuhnya membuat publik puas dengan kinerja pemerintah. Terlepas dari situasi Pandemi, sejumlah pihak justru menyoroti potret buruk ‘kualitas demokrasi’ dalam satu tahun Pemerintahan Jokowi. Dalam satu tahun ini, publik mengalami regresi demokrasi. Munculnya sejumlah legislasi yang bermasalah, seperti UU Minerba, UU Cipta Kerja, dan sebelumnya revisi UU KPK pada 2019 lalu, menjadi gambaran problem itu.

Berdasarkan Jajak Pendapat Kompas, sebanyak 52,5 persen responden tidak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Amin selama setahun terakhir. Hanya 45,2 persen yang menyatakan puas.

Dari berbagai persoalan yang mendera bangsa, persoalan paling mendesak yang mesti diselesaikan di bidang politik keamanan adalah kebebasan berpendapat, polemik pembentukan Undang-undang, dan sinergi lembaga pemerintah. Sementara, di bidang penegakan hukum, hal yang paling mendesak diselesaikan adalah persoalan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, penegakan hukum berkeadilan, dan penuntasan kasus pelanggaran HAM.

Lantas, merefleksi satu tahun Pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, apakah program kerja yang dijanjikan selama masa kampanye sudah berjalan sesuai dengan espektasi publik? Tapi, cukup adilkah—capaian setahun pertama—dijadikan sebagai ukuran berhasil atau tidaknya periode kedua Jokowi? Lalu, bagaimana penanganan terhadap Pandemi Covid-19, sudahkah direspons dengan kebijakan yang cepat dan tepat?

Memotret satu tahun pemerintahan Jokowi-Amin, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Hendri Satrio (Pakar Komunikasi Politik/ Pendiri Lembaga Survei Kedai KOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia)); Piter Abdullah (Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia); Prof Iwan Pranoto (Guru Besar ITB); dan Ujang Komarudin (Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) serta Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR)). (andi odang/her)

Simak podcast diskusinya:

Ikuti Kami di Google News