Semarang – Kalangan pengembang perumahan meminta Bank Indonesia melakukan relaksasi untuk pembiayaan kredit kepemilikan rumah. Hal ini menyusul masih rendahnya penjualan perumahan di kuartal ketiga tahun 2020 ini.
Ketua Panitia Property Expo Semarang, Dibya K Hidayat mengatakan, permintaan produk perumahan saat ini masih cukup tinggi. Namun demikian banyak terkendala dengan pengetatan pembiayaan dari pihak perbankkan, sehingga realisasi penjualan rendah.
“Sekitar 85-90 persen transasksi perumahan menggunakan fasiltas KPR. Disitulah timbul masalah, karena demandnya ada tapi pengucuran KPRnya sangat ketat,” ungkap Dibya di sela pembukaan Property Expo ke 6 di Mall Paragon, Semarang.
Dibya mengatakan, perlu ada sinergi dari perbannkan dan dorongan dari pemerintah agar penjualan perumahan bisa kembali mengalami pertumbuhan. Salah satunya dengan memperlonggar syarat pengajuan kredit pembiayaan perumahan.
“Yang dilonggarkan misalnya masih banyak sektor usaha yang terkena red zone seperti kuliner. Padahal kita lihat di Semarang sektor ini sudah kembali normal. Jadi perlu di update lagi,” ungkapnya
Dibya mengatakan, penurunan penjualan perumahan ini cukup mengkhawatirkan, karena juga akan berdamnpak pada penerimaan pajak negara. Padahal ia melihat permintaan perumahaan masih cukup tinggi, karena rumah merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda.
“Kuartal ketiga sudah turun 30 persen dan YoY turun 60 persen. Angka ini mengkhawatirkan bagi pengusaha perumahan dan akan mempengaruhi pendapatan negara,” tegasnya
Sementara itu property expo ke-6 yang berlangsung mulai 13 – 29 November 2020 ini sendiri diikuti oleh sekitar 10 pengembang perumahan. Dibya berharap pameran menjelang akhir tahun ini akan mendorong masyarakat merealisasikan pembelian rumah yang sempat tertunda akibat pandemi covid-19. ( tim )