Merefleksi Hari Anti Korupsi Sedunia: Menakar Relasi Demokrasi dan Korupsi di Indonesia

Corruption

Semarang, Idola 92.6 FM – Sistem demokrasi mestinya menjanjikan birokrasi yang bersih sehingga korupsi bisa diminalisir. Karena demokrasi mensyaratkan Transparansi dan Akuntabalitas. Transparansi adalah bagaimana suatu Badan atau Lembaga menjelaskan (memberikan informasi) kepada masyarakat mengenai kegiatannya seperti pembukuan, program dan sebagainya. Sedangkan, akuntabilitas adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan suatu lembaga, perorangan dapat dipertangungjawabkan secara terbuka kepada masyarakat.

Namun das sein-nya, demokrasi kita masih dipenuhi berbagai “ruang gelap” untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dan transaksi politik. Akibatnya? Tata hidup bersama yang dihasilkan justru mendangkalkan demokrasi. Mereka yang masuk lewat pintu Pemilu, tak serta merta pada dirinya “melekat” jiwa demokrasi.

Itulah kenapa, proses demokratisasi di Indonesia sering disebut, baru sampai pada tahap demokrasi prosedural, belum sampai pada demokrasi substansial. Sehingga, salah satu dampaknya adalah, masih atau makin maraknya korupsi.

Atas fenomena ini, Sudirman Said-Ketua Institut Harkat negeri dalam Opininya di Kompas Rabu 9 desember kemarin menyampaikan, diperlukan “demokratisasi demokrasi”. Artinya, demokrasi dalam seluruh proses⸺perlu dilengkapi dengan demokratisasi di seluruh arena, yakni (1) state; (2) market; dan (3) civil society, dan (4) relasi di antara seluruh arena.

Nah, merefleksi Hari Anti Korupsi Sedunia dan menakar relasi demokrasi dan korupsi di Indonesia, benarkah praktik demokrasi yang buruk turut andil dalam praktik korupsi? Apa yang mesti kita lakukan sebagai upaya menuju demokrasi substansial, serta pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi? Mengingat tingginya biaya politik, lalu pilkada atau pemilu seperti apa yang mesti kita buat, agar tidak menjadi pintu masuk bagi Plutokrat dan Politisi korup?

Untuk memperoleh gambaran atas persoalan ini, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Sudirman Said (Ketua Institut Harkat Negeri); Muhammad Busyro Muqoddas (Mantan Ketua KPK); dan Eka Nanda Ravizki (Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Yogyakarta). (andi odang/her)

Dengarkan podcast wawancaranya:

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaPeneliti Fasilkom UI, Manfaatkan AI untuk Deteksi Ujaran Kebencian di Twitter
Artikel selanjutnyaBawaslu Jateng Telusuri Dugaan Politik Uang di Pilkada 2020