Semarang, Radio Idola 92,6 – Di tengah Negara sedang berjibaku melawan musuh bersama bernama Covid-19, baru-baru ini publik dihebohkan dengan dugaan terror dan intimidasi di dunia akademik di Kampus UGM Yogyakarta.
Hal itu dipicu, Kelompok studi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Constitutional Law Society (CLS) yang akan menggelar diskusi daring bertema “Persoalan Pemecatan Presiden di tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan.” Diskusi yang rencananya digelar Jum’at 29 Mei 2020, terpaksa dibatalkan demi alasan keamanan karena panitia dan narasumber mendapat intimadasi dan teror dari pihak-pihak tertentu yang hingga kini masih dalam penelusuran kepolisian.
Peristiwa itu menjadi sorotan banyak pihak. Terlepas dari tema diskusi yang kontroversial, sebagian menilai, teror terhadap kebebasan akademik merupakan kemunduran demokrasi serta ancaman bagi kebebasan berpendapat yang sejatinya dilindungi konstitusi. Selain melawan hukum, teror tersebut juga dinilainya menghina dan melawan akal sehat publik. Kejadian itu justru kontraproduktif dengan upaya pemerintahan Jokowi yang membutuhkan dukungan publik menghadapi dampak disrupsi Covid-19.
Lantas, menelaah teror akademik di kampus UGM—benarkah ini ancaman bagi demokrasi dan kebebasan berpendapat? Bagaimana mestinya negara yang secara konstitusi menjamin kebebasan berpendapat –menyikapi ini? Guna membahas hal ini Radio Idola berbincang bersama Ketua Departemen Sosiologi FISIPOL UGM Yogyakarta, Dr Arie Sujito