Mendorong Ekosistem yang Mendukung dan Melindungi Pelaku Usaha Ultra Mikro

Dana Hibah (ilustrasi)
Ikuti Kami di Google News

โ€œFinding Your Voice and Helping Others Find Theirs.โ€

Temukan suara pribadimu, kemudian bantu yang lain untuk juga menemukan suara mereka.

Semarang, Idola 92.6 FM – Prinsip itu dilakukan oleh penerima Nobel Perdamaian asal Bangladesh–M Yunus yang juga pendiri Grameen Bank. Sosok M Yunus dikisahkan oleh Stephen R Covey, dalam bukunya, The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness.

M Yunus oleh Covey diilustrasikan sebagai seorang manusia biasa yang mampu mentransformasi diri sebagai manusia unggul. Sebelum mendirikan Grameen Bank, M Yunus tersentuh ketika berangkat memberi materi kuliah di Shahjalal Universitas Sains dan Teknologi melihat ibu-ibu tua dan kaum miskin yang membutuhkan dukungan financial di tengah keterbatasan akses perbankan.

Dari keprihatinan itu, ia kemudian mengimplementasikan konsep kredit mikro, yakni pengembangan pinjaman skala kecil untuk usahawan miskin yang tidak mampu meminjam dari bank umum.

Senada dengan spirit M Yunus, kita pun mengapresiasi upaya pemerintah yang akan memberikan bantuan โ€˜dana hibahโ€™ pada para pelaku usaha Ultramikro di tengah Pandemi. Ini menjadi semacam secercah harapan di tengah kesulitan permodalan. Sebab, selama ini, usaha ultramikro kesulitan berkembang dan naik kelas karena kerap luput dari program bantuan dan pemberdayaan pemerintah. Padahal, potensi mereka dalam mendorong perekonomian sangat besar.

Pelaku Usaha Ultra Mikro
Usaha Mikro.

Usaha ultramikro merupakan strata paling bawah dalam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang dikerjakan hanya oleh satu orang dengan modal berkisar Rp1 juta hingga Rp2 juta. Mereka tergolong masyarakat berpendapatan rendah atau miskin. Kelompok ini meliputi antara lain, penjual asongan, pedagang kaki lima, warung kecil, bakul pasar, dan pekerja informal lainnya dengan pemasukan harian.

Namun, salah satu hal yang menjadi problem, berbeda dengan kelompok UMKM lain, usaha ultramikro umumnya unbankable atau yang tidak memenuhi poin yang disyaratkan lembaga keuangan dan perbankan.

Akibatnya, bertahun-tahun usaha ultramikro tak pernah bisa berkembang dan sulit melepaskan diri dari kemiskinan. Padahal, berdasarkan data BPS per Februari 2020, jumlah pelaku usaha ultramikro dan informal mencapai 70 juta orang atau 56,5 persen dari total tenaga kerja di Indonesia.

Lantas, bagaimana mendorong ekosistem dunia usaha yang lebih baik bagi pelaku ultramikro? Langkah apa saja yang mesti dilakukan dan fasilitasi apa saja yang bisa diberikan pemerintah agar pelaku usaha ultramikro naik kelas?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu nanti kita akan berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Triyono (Kepala Grup Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa Keuangan (OJK)); Catur Ariyanto Widodo (Tenaga Pengkaji Bidang Perbendaharaan Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu RI); Dr. Piter Abdullah (Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia); dan Syahnan Phalipi (Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pengusaha Mikro & Kecil Indonesia (DPP HIPMIKINDO)). (her)

Berikut podcast diskusinya: