Semarang, Idola 92,6 FM – Kementerian Pertanian (Kementan) sudah memberikan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH), untuk impor komoditas bawang putih dari Tiongkok. Namun, rekomendasi itu mendapat kritikan dari parlemen.
Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasludin mengatakan rekomendasi yang diberikan Kementan itu, seharusnya patut dipertanyakan dan aparat penegak hukum perlu mengawasi pemberian rekomendasi tersebut. Alasannya adalah soal transparansi dalam pemberian kuota, dan penentuan importir yang dianggap mengistimewakan pihak- pihak tertentu.
Andi menjelaskan, transparansi diperlukan untuk mencegah adanya importir “jadi-jadian” dan adanya jual-beli kuota impor produk hortikultura tersebut.
“Pengawasan perlu, untuk nenghindari atau jangan sampai ada jual beli kuota saja. Maksudnya, hanya modal selembar persetujuan RIPH itu bisa dijual ke mana-mana,” kata Andi saat di Semarang, Kamis (20/2).
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menambahkan, pihaknya mendukung inisiatif DPR RI yang memermasalahkan kuota impor bawang putih.
“Bagaimana ceritanya, kalau pakainya sistem kuota. Itu sudah pasti tidak benar. Selain itu syarat boleh impor, kalau menanam kepada importir bawang putih. Itu sangat aneh, petani dan pedagang adalah dua profesi yang sangat berbeda,” ujar Enny.
Diketahui, Kementan mengeluarkan izin RIPH kepada tiga perusahaan. Yaitu Laris Manis Utama, Cherry Fruit dan Karunia Alam Raya Sejati. Laris Manis Utama tercatat sudah mengimpor komoditas hortikultura sebanyak 11 ribu ton, Cherry Fruit diberi izin impor 412 ton dan Karunia Alam Raya Sejati sebanyak 350 ton. (Bud)