Semarang, Idola 92.6 FM – Kementerian BUMN menyebut, jika sektor energi perlu adanya konsolidasi bisnis dalam upaya peningkatan pemanfaatan gas bumi domestik. Salah satunya, road map penggabungan bisnis Perusahaan Gas Negara (PGN) dan Pertamina melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) luar biasa pada April 2018 lalu.
Menurut hasil rapat luar biasa itu, terjadi perubahan pemegang saham dari pemerintah menjadi Pertamina. Sehingga, kepemilikan saham Pertamina atas pengalihan bisnis gas existing, LNG existing, jaringan gas dan SPBG dari Pertamina ke PGN.
Akibat dampak dari kebijakan itu, menyebabkan potensi kerugian negara karena kepemilikan saham publik di PGN sebesar 43,04 persen.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar mengatakan sebagai dampak dari kebijakan itu, negara akan mengalami kerugian atas keuntungan dari pengelolaan LNG tersebut. Sebab, kepemilikan saham publik di PNG sebesar 43,04 persen.
Oleh karena itu, jelas Arie, bisnis LNG adalah bisnis masa depan perusahaan yang harus dijaga eksistensinya untuk memberikan keuntungan bagi negara. Karena, keuntungan itu bisa digunakan sebesar-besarnya untuk masyarakat Indonesia.
“Pasokan LNG ke pasar dunia meningkat sekitar 12 persen per tahun. Volume perdagangan LNG tahun 2017 meningkat menjadi 293,1 MT, atau naik sebesar 35,2 MT dari tahun 2016. Pertumbunan pasokan LNG ini merupakan respon terhadap pertumbuhan pasar di Asia, untuk memenuhi permintaan China dan Korea Selatan. Ke depan, kebutuhan gas akan semakin besar seiring dengan kepedulian lingkungan dan perubahan pola pasar atau pemain LNG dunia,” kata Arie dikutip dari rilis.
Ketua Umum Serikat Pekerja Persada (Pertamina Pemasaran Daerah) IV Datuk Fachrul Razy menambahkan, pengalihan bisnis gas LNG ke PGN bisa berdampak pada keuntungan yang akan diterima pemerintah.
Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk tetap memertahankan proses bisnis LNG di Pertamina. Selain itu, meminta pemerintah memastikan Pertamina menyusun program kerja rencana bisnis LNG untuk mendukung security of supply national.
“Kami juga mendesak pemerintah, untuk menghentikan segala upaya pengalihan proses bisnis LNG yang dilakukan melalui Holding Migas ke PGN. Bisnis LNG merupakan bisnis jangka panjang yang usia kontraknya bisa mencapai 20-30 tahun, maka harus ada kejelasan kontrak jangka panjang antara seller-buyer. Sedangkan sejauh ini, Pertamina sudah diakui komitmennya dalam penanganan bisnis LNG secara internasional dan dikenal sebagai world class energy company. Sehingga, pengalihan bisnis ini bisa berdampak pada keberlangsungan bisnis yang sudah dan akan berjalan ke depan,” ujar Fachrul. (Bud)