Semarang, Idola 92.6 FM – Pilkada langsung yang sudah berlangsung empat kali atau selama 20 tahun, memang menimbulkan dampak positif dan negatif. Namun, banyak pihak yang kemudian menyebut jika dampak negatif dari pilkada langsung jauh lebih besar. Salah satunya karena berbiaya tinggi.
Wakil Ketua DPW PPP Jawa Tengah Abdul Aziz mengatakan tidak bisa dipungkiri, jika sistem pilkada langsung yang saat ini berjalan mengandung biaya cukup besar.
Dirinya mengambil contoh Pilgub Jateng 2018 kemarin, anggarannya hampir Rp800 miliar. Apabila disederhanakan dan dipilih DPRD, bisa jadi anggaran pelaksanaannya tidak sampai menghabiskan Rp1 miliar.
Menurut Aziz, dengan penyederhanaan sistem pemilihan menjadi tidak langsung akan menghemat anggaran dan bisa dialokasikan kepada program kemasyarakatan. Misalnya, program penanganan kemiskinan.
“Memang pelaksanaan pilkada langsung itu, kan sudah berjalan cukup lama. Ada 20 tahun, atau sudah empat kali pemilukada. Dan selama proses, pelaksanaan pilkada yang dilakukan secara langsung telah memunculkan ekses-ekses. Dampak negatif dan positif. Akan tetapi, dampak negatifnya itu cenderung dinilai lebih besar dibanding dampak positifnya,” kata Aziz, Selasa (12/11).
Aziz lebih lanjut menjelaskan, biaya yang dikeluarkan untuk pilkada langsung sangat besar. Sehingga, memang kemudian muncul evaluasi sistem politik pemilihan kepala daerah kembali ke sistem pemilihan representatif atau DPRD.
“Tentunya, kalau pilihan dikembalikan lagi ke DPRD harus ada implikasi rasional yang harus dibenahi. Kaderisasi calon, sistem rekruitmen dan kepemimpinan di dalam tubuh partai akan ditata. Masing-masing partai akan melakukan restorasi internal,” jelasnya.
Namun demikian, lanjut Aziz, terkait perubahan pola sistem pemilihan kepala daerah dikembalikan ke DPP masing-masing partai politik. Sebab, pembahasan perundangan ada di kewenangan DPR RI. (Bud)