Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah Kabupaten Kudus terus melakukan berbagai upaya kreativitas dan orkestrasi untuk mengangkat Kopi Muria sebagai produk khas asal Kudus agar Go International mengikuti jejak Jenang Sinar 33 Kudus. Pemkab berharap, Perkebunan Kopi Gunung Muria Desa Colo sebagai Agrowisata dapat menjadi salah satu mesin penggerak perekonomian warga.
Demikian dikemukakan sampaikan pelaksana tugas Bupati Kudus HM Hartopo dalam diskusi Panggung Civil Society bertema “Jelajah Kopi Muria: Eksotisme Agrowisata Desa Colo” yang diselenggarakan Radio Idola Semarang bekerjasama dengan Pemkab Kudus, Kamis (14/11/2019) di Hotel Horison Nindya Semarang. Dalam acara yang dipandu penyiar Nadia Ardiwinata itu, hadir pula narasumber: Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus Wahyu Haryanti, dan Dosen FEB Undip Maruto Umar Basuki.
Menurut HM Hartopo, pihaknya meminta para petani kopi Muria bisa membuat branding yang lebih bagus. Para petani nantinya juga bisa difasilitasi pemkab sehingga kopi Muria sebagai produk unggulan bisa masuk di gerai-gerai minimarket di seluruh Kudus. “Harapannya, kopi Muria bisa mengikuti jejak Jenang Sinar 33 Kudus yang sudah lebih dulu go international,” harapnya di acara yang juga dimeriahkan dengan parade busana batik produksi Margaria Batik Semarang.
Diketahui, meski hanya makanan tradisional namun Jenang Sinar 33 Kudus telah mengglobal. Jenang 33 dibuat oleh 3 generasi dari keluarga Hilmi. Usaha ini sudah berdiri sejak tahun 1910-an. Namun usaha tersebut baru bisa menembus ke pasar internasional ketika dipegang oleh Hilmi dalam sebuah naungan perusahaan yang bernama PT Mubarokfood Cipta Delicia. Kini, Jenang 33 Kudus telah memiliki pasar di China, Taiwan, dan Cinatown Amerika.
Terkait dengan kopi dari pegunungan Muria, saat ini, tercatat, sudah ada lebih 30 merek dagang Kopi Muria produksi petani lokal Kudus. Yakni, Kopi Muria Tasty, Kopi Tjolo, Kopi Muria Moelyo, Kopi Muria Ndaoleng, Kopi Muria Otentik, dan Zayna. Keenam merek kopi Muria tersebut turut dipamerkan dalam acara Panggung Civil Society di Semarang.
Tercatat, luas lahan tanaman kopi di Kabupaten Kudus mencapai 615 hektare dengan jumlah petani mencapai 150-an petani. Adapun jenis tanaman kopi yang dominan ditanam petani merupakan robusta. Sedangkan, beberapa petani terutama di Desa Semlira menanam tanaman kopi arabika.
Bupati menambahkan, potensi Kudus sebagai destinasi wisata saat ini pesat perkembannya. Untuk itu, Pemkab Kudus ingin sajikan destinasi wisata yang terbaik bagi para pengunjung. Untuk agrowisata Desa Colo sangat luar biasa. Secara historis kopi Gunung Muria merupakan peninggalan Belanda dan diteruskan anak cucu. Pengolahannya pun mulai dari tradisional hingga semi digital.
“Ini membuka peluang untuk wisatawan masuk. Dulu hanya wisata religi makam Sunan Muria. Kini tambah wisata agro Gunung Muria di Desa Colo,” ujar HM Hartopo di hadapan puluhan hadirin dari berbagai kalangan.
Plt Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus Wahyu Haryanti, menambahkan, Pemkab Kudus mengembangkan kopi karena memang saat ini trennya bagus. Anak-anak muda banyak mendirikan kafe. “Dan, kualitas kopi asal Pegunungan Muria ini tak diragukan lagi,” ujarnya.
Ia mengakui, Kudus merupakan wilayah terkecil di Jawa Tengah. Selain itu, juga satu-satunya wilayah pantura yang tak memiliki pantai. Yang dimiliki hanya pegunungan Muria. Untuk itu, pihakya menggencarkan pembanahan wisata berbasis agro di Muria. “Kita bentuk Colo sebagai Desa Wisata, bentuk Pokdarwis dan masyarakat juga sangat membantu upaya kami,” tuturnya.
Ngopi Sambil Wirid
Sementara itu, Dosen FEB Undip, Maruto Umar Basuki, menilai, Kudus memiliki potensi menjadi destinasi utama di Jawa Tengah. Saat ini sudah memiliki modal dengan potensi wisata religi dan ditambah lagi dengan wisata agro di Perkebunan Kopi Gunung Muria. “Namun, dalam konsep wisata perlu dicari sensasi dan keunikannya. Itu kuncinya. Ini sebagai upaya menarik siapa yang akan disasar?” kata Maruto.
Menurut Maruto, sensasi ini yang harus diterjemahkan oleh Pemkab Kudus. Kopi dan historis bisa jadi daya tarik dan sensasi. Sebagai hadiah alam diketahui sudah ada wisata religi Sunan Muria dan kini ada wisata agro. Ini tak bisa diabaikan. Di seluruh dunia sudah ada kopi robusta.
Namun, di Kudus, beda. Ini bisa untuk branding wisata di Kudus. Ngopi sambil wirid, misalnya. Ini yang membedakan dengan daerah lain. Karena biasanya orang yang ziarah, biasa melek malam. Segmen pasar yang bagus. Jika diintegrasikan dengan kopi. Pas!” tandasnya.
Di sisi lain, menurut Maruto, secara makro ekonomi adanya wisata agro ini akan menimbulkan multiplayer effect. Akan meningkatkan keberadaan UMKM dan mengurangi pengangguran. “Ada cinderamata khas yang belum tergali, bisa dicari untuk wisatawan,” katanya. (her)