Pemerintah Mewajibkan Pedagang Online Miliki Izin Online per 2020, Bagaimana Agar Justru Tidak Mempersulit UMKM?

Belanja Online

Semarang, Idola 92.6 FM – Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Melalui aturan tersebut, pelaku usaha atau pedagang online wajib memiliki izin usaha. Selain PP yang sudah terbit tersebut, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan juga akan menerbitkan aturan turunan yaitu Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Dua aturan tersebut disosialisasikan Kemendag mulai 9 Desember 2019. Targetnya, Permendag tersebut akan diteken dan mulai berlaku pada awal tahun 2020.

Aturan ini memicu polemik. Ada desakan agar aturan ini dipertimbangkan ulang, terutama terkait usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Alasannya, industri perdagangan secara elektronik atau e-dagang di Indonesia baru tumbuh dan berkembang. Dikhawatirkan—jika dipaksakan justru menghambat tumbuh kembangnya. Sebab, dengan aturan baru ini, pelaku usaha wajib memenuhi persyaratan antara lain: izin usaha, izin teknis, tanda daftar perusahaan, nomor pokok wajib pajak, kode etik bisnis serta standardisasi produk barang.

Kita sepakat–pengaturan itu selalu dibutuhkan agar terjadi keteraturan. Tujuannya, agar ada pengawasan yang mudah. Tapi di sisi lain, aturan itu, seringkali menjadi beban tambahan bagi pelaku UMKM. Misalnya, terkesan birokratis, ribet, menambah beban biaya, dan sebagainya.

Maka, pertanyaannya, ketika e-dagang atau usaha UMKM diatur, akankah aturan itu akan menjadi empowering atau pemberdayaan? Atau justru menghambat dan membunuh mereka– mengingat UMKM merupakan pelaku ekonomi yang memiliki peran besar bagi sektor riil suatu negara?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudistira Adhinegara dan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Pengusaha Mikro & Kecil Indonesia (DPP HIPMIKINDO) Syahnan Phalipi. (Heri CS)

Berikut wawancaranya:

Ikuti Kami di Google News
Artikel sebelumnyaSebagai Pengganti UN, Kemendikbud Kaji Metode Evaluasi Belajar, Bagaimana Penerapannya?
Artikel selanjutnyaPemprov Jateng Masih Beri Waktu Industri di Sekitar Bengawan Solo Perbaiki IPAL