Merefleksi Hari Kesaktian Pancasila, Bagaimana Upaya Membumikan Pancasila? Sudahkah Pancasila sebagai “Philosofische Grondslag”?

Ilustrasi: Mendikbud.
Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Hari ini, 1 Oktober kita memperingati Hari Kesaktian Pancasila. Beberapa tahun silam momen 1 Oktober merupakan momen bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada mulanya rumusan Pancasila hanyalah “Philosophische Grondslag” yang dimunculkan dalam sidang Badan Penyilidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai beranggotakan 60 orang.

Ketuanya Radjiman Wedyodiningrat didampingi dua wakil ketua yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio dari Jepang. Dalam sidang BPUPKI itulah muncul rumusan Pancasila sebagai “Philosophische Grondslag” bukan rumusan ideologi apalagi rumusan agama. Semua anggota BPUPKI memahami benar apa yang dimaksud dengan “Philosophische Grondslag”. Karena mereka memahami bahasa dan budaya Belanda.

“Philosophische Grondslag” berasal dari bahasa Belanda yang berarti norma (lag), dasar (grands), dan yang bersifat filsafat (philosophische). Selain itu, berasal juga dari bahasa Jerman, yaitu “Weltanschauung” yang memiliki arti sebagai pandangan mendasar (anshcauung), dengan dunia (welt).

“Apa dasarnya Indonesia merdeka?” atau, “Apa “Philosofische grodslag” dari Indonesia merdeka?” Begitu tanya Soekarno dalam sidang BPUPKI. “Itulah fundamen, filosofi, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi,” jelasnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasarnya Indonesia merdeka atau dasar negara atau Pancasila adalah pedoman dalam mengatur kehidupan penyelenggaraan negara. Tidak jauh berbeda dengan dasar rumah tangga atau akad nikah adalah pedoman dalam mengatur kehidupan penyelenggaraan rumah tangga atau berkeluarga.

Nah, merefleksi Hari Kesaktian Pancasila—Bagaimana Upaya Membumikan Pancasila. Sudahkah Pancasila sebagai “Philosofische Grondslag”? Jika belum, di mana problemnya? Sudahkah perilaku segenap warga bangsa sudah menjunjung tinggi perikemanusiaan sesuai falsafah Pancasila—atau justru malah masih berperi kesukuan? Menyoroti hal itu, Radio Idola Semarang mewawancara Guru Besar Antropologi UGM Yogyakarta (antropolog)/ Pendiri Paguyuban Warga Pancasila Yogyakarta Prof Irwan Abdullah. (Heri CS)

Berikut wawancaranya:

Artikel sebelumnyaDPR Baru Harapan Baru, Bagaimana Mendorong DPR Periode 2019-2024 agar Menghasilkan Kinerja Sesuai Target dan Harapan Rakyat?
Artikel selanjutnyaKadin: Pengusaha Masih Anggap Reklame Cara Jitu Tawarkan Produk ke Masyarakat