Menakar RUU Permusikan, Apakah akan Memajukan atau Justru akan Menjadi Lonceng Kematian bagi Kreativitas Industri Musik di Indonesia?

Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Komisi X DPR RI saat ini tengah menggodok RUU Permusikan. Namun, sejumlah musisi menolaknya. Tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, mereka menemukan 19 pasal yang ditengarai akan membatasi kebebasan berekspresi.

Mereka menilai banyak ketidakjelasan redaksional atau bunyi pasal, hingga persoalan mendasar atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik. RUU tersebut juga dinilai tumpang tindih dengan beberapa beleid seperti Undang-undang Hak Cipta, Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dan Undang-Undang ITE.

Menurut musikus Danilla Riyadi, ada sekitar 19 pasal RUU Permusikan yang bermasalah, mulai dari redaksional atau bunyi pasal, ketidakjelasan mengenai siapa dan apa yang diatur, hingga persoalan mendasar atas jaminan kebebasan berekspresi dalam bermusik. Mereka juga menilai RUU itu dapat memarjinalisasi musisi independen karena pasal 10 yang mengatur distribusi karya musik tidak memberikan ruang kepada musisi mendistribusikan karya secara mandiri.

Para musisi juga menyatakan keberatan terhadap sertifikasi dan uji kompetensi bagi musisi yang diterakan dalam RUU sehingga terasa mewajibkan. Menurut musisi Mondo Gascaro, sertifikasi musik umumnya bersifat opsional. Lembaga sertifikasi musik yang ada pun biasanya tidak memaksa pelaku musik untuk memiliki sertifikat. Selain itu, pasal-pasal terkait uji kompetensi ini berpotensi mendiskriminasi musisi autodidak, karena mereka tidak dapat melakukan pertunjukan musik jika tidak mengikuti uji kompetensi.

“Tujuan RUU ini jelas banget berpihaknya kemana, yang mau dipadamkan jelas kebebasan berekspresi, berkarya, dan berbudaya serta manfaat ekonomi yang bisa dihasilkan dari situ oleh individu-individu,” kata Mondo.

Lantas, menakar RUU Permusikan, apakah akan memajukan atau justru akan menjadi lonceng kematian bagi kreativitas industri musik di Indonesia? Ke depan, bagaimana mestinya DPR merespons berabagai penolakan ini? Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang mewawancara sosiolog anak muda, pencinta musik, peneliti di Pusat Studi Perubahan Sosial dan Media Baru Sosiolog Universitas Negeri Surabaya Ardhie Raditya. (Heri CS)

Berikut wawancaranya:

Artikel sebelumnyaMampukah Pers Menjaga Netralitas dalam Pemilu 2019?
Artikel selanjutnyaGanjar Minta di Sam Poo Kong Ada Masjid Sebagai Spirit Pluralisme