Membaca RAPBN 2020 dan Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo, Sudahkah Narasi yang Dibangun Mencerminkan Jawaban atas Tantangan Ekonomi Indonesia ke Depan?

Ikuti Kami di Google News

Semarang, Idola 92.6 FM – Penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi topik yang banyak disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-74 RI di hadapan sidang bersama DPR dan DPD, 16 Agustus 2019.

Selain penguatan daya saing SDM, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 juga dirancang untuk memperkuat program perlindungan social dan pengurangan ketimpangan. Kemudian, APBN 2020 didesain untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur, meningkatkan kualitas desentralisasi fiskal, serta meneruskan program reformasi birokrasi.

Hasil analisis Litbang Kompas terhadap pidato presiden lalu menunjukkan, tiga kata paling sering muncul di pidato yakni SDM (14 kali), ilmu pengetahuan (11 kali), dan teknologi (8 kali). Sebagai pembanding, pada pidato di kesempatan serupa tahun 2018, kata yang paling sering digunakan Presiden yaitu: ekonomi (24 kali), pembangunan (20), dan infrastruktur (11).

Presiden Jokowi dalam pidato penyampaian keterangan pemerintah atas Rancangan APBN 2020 pada Rapat Paripurna DPR lalu, menyatakan, Indonesia memiliki modal awal untuk bersaing di tingkat global. Selain jumlah penduduk besar—terbesar keempat dunia, mayoritas penduduk Indonesia berusia muda dengan kelas menengah terus tumbuh.

Lantas, membaca RAPBN 2020 dan pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo—sudahkah narasi yang dibangun mencerminkan jawaban atas tantangan ekonomi Indonesia ke depan? RAPBN disusun di tengah situasi ekonomi yang masih diselimuti ketidakpastian global, sudahkah mencerminkan upaya antisipatif dengan tantangan ekonomi ke depan? Hal apa yang mestinya menjadi prioritas dan fokus pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Mohammad Faisal (Direktur Eksekutif Center Of Reform On Economics (CORE) Indonesia) dan Yose Rizal Damuri (Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and Internastional Studies (CSIS)). (Heri CS)

Berikut diskusinya:

Artikel sebelumnyaMenimbang Wacana Tax Amnesty jilid II, Perlukah?
Artikel selanjutnyaPemprov Minta Bantuan BNPB Kirim Helikopter Water Boombing Untuk Padamkan Kebakaran Hutan di Jateng