Semarang, Idola 92.6 FM – Takjil merupakan sajian yang biasa disantap saat berbuka puasa, dan biasanya masyarakat mencari makanan atau minuman berciri khas manis. Misalnya kolak, es buah dan makanan ringan lainnya.
Namun, tetap harus hati-hati di dalam memilih menu takjil untuk disantap saat berbuka puasa bersama keluarga tercinta.
Kepala BBPOM di Semarang Safriansyah mengatakan pihaknya mempunyai kewajiban, untuk melindungi masyarakat dari pangan takjil yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Biasanya, di masa bulan Ramadan ini banyak pedagang nakal yang ingin meraup untung banyak dan mengabaikan aspek kesehatan masyarakat.
Menurutnya, untuk menjaga keamanan pangan takjil layak konsumsi masyarakat, pihaknya terus melakukan pemantauan di titik-titik penjualan takjil di Kota Semarang. Di antaranya Masjid Kauman dan Jalan Pahlawan.
Safriansyah meminta kepada masyarakat, untuk bisa memilih takjil yang sehat dan layak konsumsi bukan hanya melihat tampilan fisiknya saja.
“Jadi, pertama kita memilih takjil yang dijual di tempat-tempat yang bersih. Penyajiannya juga bersih. Biasanya justru yang menyebabkan keracunan itu karena higienitasnya rendah, sehingga orang mengalami diare, mual dan muntah. Kemudian dari penampilan fisik produk, kalau pangan yang cenderung berwarna kuat dan cerah itu patut dicurigai dan diwaspadai kemungkinan menggunakan pewarna tekstil. Sebab, pewarna tekstil itu mempunyai kecenderungan mewarnai sangat kuat dan warnanya menarik. Jadi, amannya pilih yang tidak berwarna,” kata Safriansyah di sela pemeriksaan takjil di Jalan Pahlawan, Jumat (10/5) sore kemarin.
Lebih lanjut Safriansyah menjelaskan, biasanya bahan berbahaya yang terdapat di takjil berupa kolak berisi kolang kaling adalah formalin. Bahan kimia formalin itu diberikan ke kolang kaling, agar pangan itu terlihat kenyal. Selain itu, pewarna tekstil juga digunakan pada es buah yang berwarna merah.
“Kalau yang mengandung bahan kimia itu, biasanya mengakibatkan sakit dalam waktu lama karena terakumulasi dulu. Misalnya penyakit kanker dan lain sebagainya,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Safriansyah, ia mengimbau kepada pedagang untuk tidak mengolah dan menjual pangan yang mengandung bahan-bahan berbahaya dan dilarang. (Bud)