Semarang, Idola 92.6 FM – Komisioner Bawaslu Jawa Tengah Rofiuddin mengatakan pelanggaran politik uang memang patut diduga banyak terjadi di lapangan, namun karena terbentur dengan keterbatasan jumlah anggota menjadi kendala tersendiri. Akibatnya, Bawaslu tidak bisa menjangkau secara keseluruhan. Pernyataan itu dikatakannya usai diskusi soal evaluasi Bawaslu Jateng tentang pelaksanaan Pemilu 2019 di Patra Convention & Hotel Semarang, Selasa (27/8).
Menurutnya, kasus politik uang akan menciderai proses demokrasi yang sedang dibangun.
Rofi menjelaskan, kendala lainnya dalam pengungkapan kasus politik uang adalah mengenai tidak banyak orang yang mau menjadi saksi. Termasuk, tidak ada orang yang mau melaporkan kasus politik uang kepada Bawaslu kabupaten/kota maupun provinsi.
“Kalau merujuk pada data penanganan pelanggaran, kasus politik uang itu masih cukup banyak. Dari 13 kasus pelanggaran, enam di antaranya dugaan politik uang. Tiga di antaranya diputus bebas, dan sisanya terbukti. Jadi, politik uang masih menjadi momok yang menurut saya harus kita perangi secara bersama-sama,” kata Rofi.
Lebih lanjut Rofi menjelaskan, pada pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di Jateng mendatang diharapkan masyarakat lebih agresif dan bersama Bawaslu untuk memerangi politik uang. Karena, sepragmatis apapun masyarakat jika tidak ada yang memberikan uang maka politik uang tidak akan terjadi.
“Oleh karena itu, butuh komitmen di tingkat masyarakat dan elite politik. Elite politik lebih bisa menjadi panutan, dan tidak melakukan politik uang,” pungkasnya. (Bud)